Warga Jakut Kesulitan Air

Sumber:Kompas - 04 Oktober 2008
Kategori:Air Minum

Jakarta, kompas - Sebagian warga Jakarta Utara kesulitan air bersih. Mereka begadang setiap malam hingga menjelang subuh demi setetes air ledeng. Bahkan ada warga yang bertahun-tahun diharuskan membayar biaya abonemen meski tidak pernah mendapatkan air dari pipa distribusi yang tersambung ke rumah.

”Entah apa yang diurus operator, distributor, atau perusahaan jasa pelayanan air minum ini,” kata Marjaya (32), warga RT 003 RW 05, Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Jumat (3/10).

Marjaya kesal karena lebih dari tiga tahun tidak menikmati air bersih lewat pipa distribusi di rumahnya. Namun, dia terus dibebani kewajiban membayar biaya bulanan atau abonemen Rp 25.000. ”Kalau tidak, meteran di rumah akan dicabut. Mau pasang lagi, pasti mahal,” kata dia.

Marjaya merasa menderita dan tertekan akibat kesulitan air. Selama ini, seperti warga lain di sekitarnya, ia membeli air dari gerobak dorong seharga Rp 5.000 per pikul. Sepikul terdiri dari dua jeriken berisi total 40 liter. Sehari dia membeli empat pikul dengan biaya total Rp 20.000. ”Mahal sekali,” kata buruh serabutan ini.

Tiga hari sebelum Idul Fitri hingga kemarin, dia dipusingkan urusan penyediaan air di rumahnya. Penjual air dengan gerobak dorong libur. ”Kami benar-benar kesulitan dan terpaksa menyewa gerobak lagi untuk angkut air dari hidran,” katanya.

Kesulitan air juga dialami warga di Kecamatan Pademangan, Koja, Cilincing, dan Penjaringan. Meski tingkat kesulitan mereka berbeda, warga tetap merasa tidak puas terhadap pelayanan operator air ledeng.

”Sejak Selasa malam, saat malam takbiran, sampai sekarang air yang mengalir ke rumah saya kecil. Kadang-kadang hanya tetesan. Itu pun airnya baru keluar malam hari,” kata Lia Surtiani (38), warga RT 008 RW 05, Semper Barat, Cilincing.

Ici Suwarsih (34), warga RT 011 RW 05, Semper Barat, menjelaskan, pada umumnya air baru meniris mulai pukul 23.00 dan sudah kering lagi pukul 04.00. ”Selama itu kami begadang menunggu air. Padahal, pagi-pagi harus sudah berangkat kerja,” kata Ici, buruh di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung ini. Hal senada diungkapkan Deni (35), warga RT 007 RW 03, Kelurahan Sukapura, Cilincing.

Iyah (35), warga Semper Barat, mengatakan, alasan operator jika warga kesulitan air adalah konsumen menyedot air berlebihan. Jika itu benar, mestinya pada saat sebagian warga mudik tak terjadi kesulitan air.

Dia menggerutu akibat perlakuan tidak adil dari operator air ledeng. Setiap bulan dia membayar Rp 150.000 atas pemakaian air dan denda Rp 3.000 jika terlambat bayar. ”Tapi pelayanan malah memburuk,” katanya.

Tidak tuntas

Ketua Komite Pelanggan Air Minum (KPAM) Jakarta Utara Najib Arsyad juga menyalahkan operator. Kesulitan air ini masalah klasik yang dikeluhkan warga setiap tahun, tetapi belum pernah ditangani secara tuntas.

Ramses Simandjuntak, Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal PT Aetra, salah satu operator air di Jakut, mengaku ada gangguan distribusi di Pademangan. Suplai belum normal, tetapi Aetra sudah menawarkan mobil tangki. Namun, dia menyebutkan tak ada gangguan di Cilincing dan Koja. (CAL)



Post Date : 04 Oktober 2008