SAMPAH perlu dikelola melalui kebijakan publik. Untuk memastikan kebijakan publik ini berjalan efisien, partisipasi masyarakat tentu merupakan syarat mutlak. Sayangnya, hingga saat ini partisipasi masyarakat belum pernah dianggap penting. "Seperti juga dalam urusan busway, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah masih sangat kurang," kata Hasan Halim, pengamat perkotaan di Jakarta.Hasan memandang, masyarakat seharusnya dilibatkan dalam perencanaan pemerintah untuk mengelola sampah. Keterlibatan yang ditumbuhkan dalam forum-forum diskusi, misalnya, sekaligus menjadi sarana penyerapan aspirasi dan sosialisasi. "Jika kebijakan disusun dengan melibatkan masyarakat, sosialisasi lewat papan-papan pengumuman tak akan diperlukan lagi," katanyaPengalaman dan kemampuan mengolah sampah sebenarnya tidak sepenuhnya asing pada berbagai kelompok masyarakat. Pembuatan kompos dari sampah rumah tangga, misalnya, pernah dilakukan di Perumahan Bumi Serpong Damai. Sebagian sampah Pasar Kramat Jati juga langsung dipilah dan disalurkan untuk pakan ternak.Dorongan unKeberadaan CO yang berperan sebagai fasilitator di tingkat RW diharapkan dapat menggerakkan warga untuk membersihkan lingkungan rumah dan membuang sampah pada tempat yang seharusnya. Untuk memilah sampah dari sumbernya tentu akan sangat meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah."Banyak potensi masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pengelolaan sampah berskala kecil," kata Hasan.Pengelolaan berskala kecil ini terkait dengan kategori sampah yang berbeda pada setiap lokasi. Sampah di pertokoan elektronik, misalnya, tentu didominasi oleh kardus dan kertas. Sebaliknya, sampah pasar didominasi bahan organik. Dorongan untuk memilah sampah dari sumbernya tentu akan sangat meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah. Asyraf Ali, Ketua Badan Koordinasi Penanggulangan Sampah DKI Jakarta, berpendapat, diperlukan stimulan dan sarana untuk mendorong kepedulian warga mengelola sampah. "perlu dibentuk community organizer (CO) pada tingkat RW yang bertugas menggerakkan warga mengelola sampah," usulnya.Asyraf yang mencoba pola itu di lingkungan tempat tinggalnya sendiri meyakini pola tersebut cukup efektif meningkatkan kepedulian warga pada pengelolaan sampah di lingkungan mereka. Satu atau dua orang CO yang disepakati masyarakat dalam rapat RW, misalnya, perlu mendapat perhatian, stimulan, dan pelatihan dari Dinas Kebersihan. "Perhatian itu akan lebih penting dan memotivasi daripada honor. Di DKI Jakarta ada 470 kelurahan, jika pembinaan masing-masing CO ini dilakukan pemerintah kota, misalnya, tidak akan terlalu memberatkan," tutur Asyraf.Keberadaan CO yang berperan sebagai fasilitator di tingkat RW diharapkan dapat menggerakkan warga untuk membersihkan lingkungan rumah dan membuang sampah pada tempat yang seharusnya. Pada tingkat lebih lanjut, pemilahan sampah dari sumber juga lebih mudah dilakukan jika kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah telah terbentuk. Pengelolaan sampah di lingkungan kecil juga perlu didukung oleh sarana dan perlengkapan pengangkutan sampah yang memadai. Gerobak serta kesejahteraan petugas angkut yang biasanya dibayar dengan iuran RW juga perlu ditingkatkan. Peningkatan ini dapat diupayakan melalui berbagai bentuk kerja sama dengan pihak ketiga. (day)
Post Date : 10 Januari 2004
|