Warga Ende Andalkan Penampung Air Hujan

Sumber:Kompas - 10 Oktober 2007
Kategori:Air Minum
Ende, Kompas - Badan Perwakilan Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk Anak-anak atau Unicef membantu pengadaan 1.457 penampung air hujan atau PAH di tujuh desa yang ada di Pulau Ende. Bantuan bagi Desa Aejeti, Paderape, Puutara, Roruragga, Rendoraterua, Ndoriwoy, dan Redodory yang berlangsung sejak Desember 2006 itu dinilai sangat berarti. Sebab masyarakat Ende biasanya kesulitan mendapatkan air bersih, khususnya pada musim kemarau seperti saat ini.

Pembangunan PAH di pulau berpenduduk sekitar 8.728 jiwa atau 2.153 keluarga itu sekarang baru selesai 1.146 unit. Sisanya, 311 PAH, akan dituntaskan setelah Lebaran. "Mayoritas warga di Pulau Ende membangun PAH. Hanya sebagian saja yang tidak karena memang tak ada lahan lagi di pekarangan rumah mereka. Semula warga menolak program tersebut. Mereka keberatan harus mengeluarkan uang dan membangun PAH sendiri. Tapi, setelah merasakan manfaatnya, kini semuanya amat mendukung program itu," kata Penanggung Jawab Operasional Program PAH Pulau Ende Petrus H Djata, Selasa (9/10) di Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Seluruh pengerjaan PAH dilakukan oleh warga. Demikian pula soal penentuan harga beli komponennya. Biaya pembuatan tiap unit Rp 2.850.000. Dalam kaitan itu, Unicef membantu pengadaan material nonlokal Rp 1.362.500 per unit, sedangkan sisanya ditanggung warga.

Secara keseluruhan, Unicef membantu Rp 3.016.545.100 untuk program pengadaan PAH itu, antara lain untuk sosialisasi pembangunan dan pelatihan tenaga teknis.

Kapasitas PAH rata-rata 4.000 liter. Dengan asumsi satu keluarga terdiri dari 5-7 jiwa, maka air hujan yang ditampung tersebut diperkirakan dapat digunakan untuk kebutuhan minum dan memasak hingga tujuh bulan. Jumlah rata-rata hari hujan per tahun di Kabupaten Ende yakni 76-126 hari atau sekitar empat bulan.

Dari 20 kecamatan di Kabupaten Ende, Unicef memutuskan bantuan PAH dialokasikan ke Kecamatan Pulau Ende karena di daerah itu secara epidemologi dipetakan sebagai daerah rawan kejadian luar biasa (KLB) diare, yang banyak menyerang kelompok umur anak-anak. (SEM)



Post Date : 10 Oktober 2007