|
BOGOR-- Warga minta Pemkab Bogor untuk konsisten dan konsekuen terhadap keberadaan TPST Bojong.Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bojong, Kecamatan Klapa Nunggal, Kabupaten Bogor, sampai sekarang masih belum operasional. Ratusan warga, Jumat (29/1) pekan lalu mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Bogor untuk menyampaikan pernyataan setuju atas keberadaan TPST ini. Ratusan warga, yang dikoordinir Edi Mulyadi, diterima langsung oleh Komisi A di ruang sidang utama DPRD. Mereka menyatakan dukungan sepenuhnya kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, atas pemberian izin pengelolaan TPST Bojong. Warga meminta Pemkab Bogor untuk konsisten dan konsekuen terhadap keberadaan TPST Bojong. "Izinnya kan sudah keluar, kenapa tidak segera dioperasikan," ungkap Edi. Menurut Edi, TPST Bojong harus diperjuangkan demi masyarakat, bukan demi pengembang. "Ini memberikan kesempatan kerja yang besar bagi masyarakat sekitar," tambahnya. TPST ini menjajikan lowongan kerja bagi sebagai pemilah sampah yang masih bernilai ekonomis. Sementara itu, Lulu Azhari, anggota Komisi A, menilai ada beberapa kejanggalan yang perlu disikapi terhadap keberadaan TPST Bojong. Pada awalnya, izin lokasi yang dikeluarkan adalah untuk Tempat Pembuangan Terakhir (TPA), kemudian berubah jadi TPST. "Kami lihat surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) nya untuk TPA," kata Lulu. "Jadi mana yang benar," katanya lagi. Lulu mengatakan sebagai pengelola TPST, PT Wira Guna Sejahtera (WGS) tidak konsisten terhadap rencana pengolahan sampah. "Awalnya mereka akan menggunakan sistem balapress (sampah dimampatkan), ternyata sekarang mereka menggunakan sistem insenerator (pembakaran)," tuturnya. Kejanggalan lainnya adalah soal kerjasama yang tidak jelas. Lalu Suryade, ketua Komisi A mengatakan bahwa untuk urusan TPST ini, seharusnya kerjasama dilakukan secara tripartite, Pemkab Bogor, Pemprov DKi Jakarta, dan PT WGS. Harus ada kerjasama antara Pemkab Bogor dan Pemprov DKI Jakarta, yang akan membuang sampahnya ke TPST. Ini seperti halnya kerjasama yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi menyangkut TPA Bantargebang. "Baru kemudian dengan PT WGS, sebagai pengelola sampah," tegas Lalu. Menurut Lalu, selama ini Pemkab Bogor menyatakan belum ada kerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta. Namun kenyataannya, ihak dewan mengundang Pemkab Bogor untuk membicarakan masalah TPST, Rabu sore lalu. Bahkan ada acara buka puasa bersama antara Pemkab Bogor dengan Pemprov DKI. "Katanya tidak ada kerjasama, tapi kenapa ada pertemuan," ujarnya. Lalu menyatakan, sebelum izin dikeluarkan, harus ada persetujuan DPRD. Dia mensinyalir ada deal (kesepakatan) antara Pemkab Bogor dengan Pemprov DKI. Dia menegaskan, pihaknya akan mengusulkan hak interpelasi pada pimpinan daerah. "Kalau kondisinya seperti ini, kita banyak dirugikan baik dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun dalam menambah lapangan pekerjaan," ungkap Lalu. Menurut Lalu, sampah yang harus dikelola di Kab Bogor setiap harinya mencapai 1.600 ton. "Kalau itu diolah di TPST Bojong, maka kita bisa menghasilkan sekitar Rp 79 juta per hari," ujar Lalu. Namun, dia menjelaskan, dalam kerjasama antara PT WGS dengan Pemkab Bogor hanya memberi kontribusi sebesar Rp 1 miliar. Ini berbeda dengan kerjasama yang dilakukan Pemprov DKI dengan Pemkot Bekasi. "Pemprov DKI jelas memberikan kontribusi pada Bekasi sekitar Rp 24 miliar per tahun," tambah Lalu. Dia menambahkan, TPST ini adalah industri, berarti ada barang yang dihasilkan. Tapi ini soal sampah, ada konsekuensi sosial dan lingkungan. Pihak DPRD akan memberikan keputusan, dalam waktu dekat, minimal surat rekomendasi tentang keberadaan TPST Bojong. Dalam keputusannya, DPRD Kabupaten Bogor akan berpatokan kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang lokasi pengolahan sampah, antara lain sifat tanah, kedalaman air tanah, dan jarak TPST dengan perumahan. Laporan : c23 Post Date : 01 November 2004 |