|
SUKABUMI, (PR). Sekira 450 kepala keluarga (KK) di Kampung Pasirsuren dan Simpenan, Desa. Pasirsuren, Kec. Palabuhanratu, Kab. Sukabumi, mengalami kesulitan air bersih. Akibat ketiadaan air bersih, mereka terpaksa harus membelinya dengan menggunakan jeriken guna memenuhi kebutuhan air minum untuk sehari-hari. Bahkan, mereka harus membelinya ke daerah Cisoka yang jaraknya 9 km dan terkadang sampai ke kota Palabuhanratu yang berjarak 14 km. Kondisi itu lebih memprihatinkan lagi, karena dari 450 KK tersebut 60%-nya merupakan masyarakat miskin prakeluarga sejahtera (pra-KS). Selain harus membeli air bersih dalam jeriken, masyarakat di pedusunan itu pun harus berjalan kaki menuruni gunung sejauh 4 km sekadar untuk mencuci pakaian dan mandi di aliran Sungai Citarik. "Kebutuhan air bersih untuk minum satu keluarga rata-rata empat jeriken. Harga per jerikennya Rp 1.000,00 sehingga biaya membeli air bersih itu per hari Rp 4.000,00. Bagi masyarakat yang mampu, uang Rp 4.000,00 mungkin tak seberapa. Namun, bagi masyarakat miskin tentunya sangat memberatkan, bila dibandingkan dengan penghasilan buruh tani dan perkebunan yang hanya Rp 15.000,00 per hari. Belum lagi untuk membeli beras, minyak tanah dan lauk pauknya. Seharusnya, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli air bersih ini. Tapi karena tidak ada, terpaksa mereka harus membelinya. Memang sangat memprihatinkan!" ujar Kepala Desa. Pasirsuren, Kec. Palabuhanratu, Dedi Suhendi, saat ditemui di kantornya, Selasa (22/8). Menurut dia, ketiadaan air bersih itu akibat lokasi permukiman warga di pedusunan itu berada di dataran tinggi. Apalagi di saat musim kemarau seperti saat ini, sumber air jadi kering kerontang. "Dulu sekira tahun 2002, Dinas Kimbang sempat membangun projek pipanisasi di lokasi sumber air itu. Tapi karena airnya selalu kering, akhirnya projek itu tidak berfungsi sama sekali sampai sekarang ini. Saat musim hujan, warga mengambil air minum dari air hujan dengan cara menampungnya dari talang air. Kesulitan air bersih ini, tak hanya di permukiman penduduk, di kantor desa ini pun kondisinya sama. Sampai-sampai kita harus membeli air dari PDAM, satu tangki isi 3.000 liter seharga Rp 135 ribu, " ujar Dedi. Dengan kondisi kesulitan air bersih ini, lanjutnya, bantuan dana stimulan untuk pembangunan sarana jamban untuk MCK (mandi cuci kakus) dalam program "Desa Sehat" dan "Kontak Ibu" yang tengah digalakkan oleh Pemkab Sukabumi, dinilai kurang bermanfaat dan terasa tak berarti. Guna menanggulangi kesulitan air bersih itu, kata Dedi, pihaknya sudah mengajukan proposal pembuatan satu paket sumur artesis (sumur bor) kepada camat dengan kebutuhan dana senilai Rp 60 juta. Pendanaan untuk pembuatan sumur artesis ini diajukan lewat program pendanaan PKS BBM dari pemerintah pusat. Dengan sumur artesis ini, air bisa keluar dengan kedalaman 100 meter. "Pembuatan sumur artesis diyakini bisa memenuhi kebutuhan air bersih untuk masyarakat luas, khususnya yang 450 KK ," kata Dedi. (A-67) Post Date : 24 Agustus 2006 |