Warga Dipaksa Bergantung pada Hujan

Sumber:Kompas - 21 Maret 2007
Kategori:Air Minum
"Pertamina memberikan bantuan ratusan drum kosong kepada warga RT 31 dan RT 32 untuk menampung air. Namun, airnya tak ada sehingga kami terpaksa harus bergantung pada hujan yang tak turun-turun," kata Rahman, Selasa (20/3).

Warga Kelurahan Sungai Lais, Kecamatan Kalidoni, Palembang, Sumatera Selatan, itu tak habis pikir. Mereka yang sudah bertahun-tahun dengan nyaman menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari harus hidup dengan drum penampung air seperti warga di daerah kering.

Ratusan drum warna biru itu akan digunakan menampung air bersih bagi warga yang terkena dampak pencemaran sungai setelah sebuah tangki minyak milik PT Pertamina di Unit Pengolahan III Plaju-Sungai Gerong bocor pada 9 Maret 2007. Awalnya hanya Sungai Komering di Kabupaten Banyuasin yang tercemar, kemudian meluas hingga ke Sungai Musi karena lambannya penanganan oleh Pertamina.

Setelah pencemaran meluas, ratusan keluarga di tepi Sungai Komering dan Sungai Musi tak bisa lagi memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Selama ini warga menggunakan air Sungai Musi untuk mandi, cuci, masak, minum, dan sebagainya.

Ia menunjukkan bagian dalam drum dari Pertamina yang berkarat dan tidak layak untuk menampung air bersih. Drum- drum tersebut diberi tulisan besar warna putih, "Tidak Digunakan untuk Air Minum".

Akibat tumpahan minyak, air Sungai Musi yang memang sudah berwarna kecoklatan semakin tak layak dikonsumsi. Warna air hitam, berbau. Tiang rumah panggung warga tampak berwarna hitam akibat terendam air yang bercampur minyak.

Tambah biaya

Warga yang sebagian besar berpenghasilan kecil mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli air bersih. Mereka menuturkan, pada pagi hari bekas tumpahan minyak masih terlihat jelas. Sampai sekarang warga belum berani memakai air sungai untuk berbagai keperluan.

"Air sungai masih berbau minyak, apalagi kalau dipompa pada pagi hari. Tetapi, bantuan air mineral dari Pertamina sudah tidak ada lagi. Kalau nanti tidak punya uang, tidak tahu bagaimana kami minum?" kata Lasmani, warga Lorong Badai, Kelurahan Sungai Lais.

Lasmani menuturkan, warga mengumpulkan air hujan yang ditampung dalam drum atau tempat air lainnya, tetapi sudah beberapa hari Palembang tidak diguyur hujan. Persediaan air bersih menipis dan harus mengeluarkan biaya tambahan.

Menurut Lasmani, Pertamina pernah memberikan bantuan air mineral sebanyak enam botol masing-masing berisi 1,5 liter untuk setiap keluarga. Sekarang bantuan air mineral itu sudah tidak ada lagi.

"Kami belum berani menggunakan air sungai karena masih keruh. Kini, warga menampung air hujan. Kalau hujan deras bisa menampung satu drum, lumayan bisa menghemat," kata Rusdiana, warga lainnya.

Keluarga Rusdiana yang berjumlah lima orang sejak Sungai Musi tercemar terpaksa membeli air mineral isi ulang seharga Rp 3.000 per galon. Keluarga itu setiap hari bisa menghabiskan satu galon air mineral. Sementara untuk mandi dan mencuci, mereka membeli air mentah seharga Rp 3.000 per jeriken 20 liter. Keluarga ini membutuhkan satu drum air untuk mandi dan mencuci setiap hari.

Meski menambah pekerjaan dan beban biaya, warga sama sekali tidak mendapat dana kompensasi akibat tumpahan minyak. Mereka yang mendapat uang Rp 75.000 per hari selama dua hari, hanyalah warga yang membantu membersihkan tumpahan minyak secara manual.

Kepala Bagian Humas Pertamina Unit Pengolahan III Husni Madjeni mengatakan, Pertamina menyiapkan drum berikut airnya, tetapi warga menolak diisi dengan alasan kalau drum berisi air mereka akan kesulitan membawa drum itu ke rumah masing-masing. Rumah warga berupa rumah panggung dan melewati lorong-lorong.

Husni mengatakan, air dalam drum dianjurkan tidak untuk minum. Bantuan air mineral sudah tak diberikan karena keadaan darurat sudah lewat.

Kebocoran pipa maupun tangki milik Pertamina di Sumsel bukan sekali ini terjadi. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel mencatat, selama tahun 2003-2006 setiap tahun rata-rata terjadi 10 peristiwa serupa. Bagi warga yang tinggal di atasnya, endapan minyak itu seolah menjadi "kutukan". Hidup mereka miskin meski perut bumi mereka sangat kaya.

Direktur Walhi Sumsel Sri Lestari Kadariah mengatakan, pipa dan tangki minyak itu bocor karena usianya sudah tua. Seharusnya Pertamina bisa mengantisipasi musibah yang selalu berulang setiap tahun.

Terakhir, 1 Maret lalu, tangki Pertamina di Kecamatan Talang Ubi, Muara Enim, meledak dan terbakar. Sekitar 1.000 barrel minyak mentah habis terbakar. Tidak ada korban jiwa, tetapi puluhan pohon karet terbakar.

Kini warga Kelurahan Sungai Laisterutama di RT 31 dan RT 32hanya berharap air Sungai Musi segera bersih atau turun hujan deras. Ketika Sungai Musi yang menjadi urat nadi kehidupan mereka tercemar, warga pun tak berdaya.... Wisnu Aji Dewabrata



Post Date : 21 Maret 2007