|
Bandung, Kompas - Warga RW 04 dan RW 08 Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, mengeluhkan proyek pembangunan terpadu Braga City Walk yang menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Warga yang menempati lahan di samping proyek tersebut kini mulai kehabisan air sejak pembangunan proyek tersebut dilaksanakan. Ketua RW 08 Kelurahan Braga, Toni Sambas, Kamis (21/10), mengatakan, kekeringan air mulai dirasakan warganya sejak pengeboran tanah pada pengerjaan proyek Braga City Walk (BCW). Adapun janji PT Bangun Mitra Mandiri (BMM) selaku pengembang BCW untuk membangun jaringan air sampai sekarang belum terealisasi. Toni mengatakan, "PT BMM sebelumnya menjanjikan kepada warga RW 08 untuk membangun jaringan air sebagai kompensasi jika terjadi kekurangan air di lahan warga. Tetapi, ketika proyek dilaksanakan, jaringan itu tidak juga dibangun." "PT BMM berjanji untuk membangun jaringan air dari sumur artesis ke sumur-sumur warga. Tetapi sampai saat ini tanda-tanda pembangunan belum terlihat. Padahal, air sumur warga semakin habis sejak proyek BCW dilaksanakan," ungkap Toni. Toni menambahkan, kesulitan air terutama dirasakan warga RT 04 dan RT 05 yang memiliki jumlah penduduk 508 orang dan lokasinya berbatasan langsung dengan lahan proyek. Persoalan lingkungan juga dikeluhkan sejumlah warga di RW 04. Polusi debu dan kebisingan sangat dirasakan oleh warga. Pihak pengembang tidak pernah melakukan sosialisasi tentang dampak lingkungan akibat pembangunan proyek itu. Keresahan warga RW 04 itu disampaikan kepada Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kota Bandung, Kamis kemarin. Mereka mengaku kecewa karena pemerintah terkesan membiarkan pembangunan dilaksanakan tanpa memperhitungkan dampak lingkungan. "Apa pemerintah pernah memikirkan kesulitan yang akan dirasakan warga akibat pembangunan BCW. Pihak pengembang tidak pernah mengajak warga untuk berunding soal dampak lingkungan," ujar Tonny Rustandi, salah seorang warga. Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD Kota Bandung Riantono menyayangkan keputusan pemerintah untuk memberikan izin pembangunan BCW sebelum ada dokumen analisis mengenai dampak lingkungan. Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Papar Djafar berpendapat, pembangunan dapat dilaksanakan sebelum amdal selesai disusun. "Idealnya dokumen amdal diterbitkan sebelum pembangunan dilaksanakan. Tapi, setiap dinas kan punya kewenangan masing-masing, sedangkan proses penyusunan amdal butuh waktu lama," ujarnya. Menurut rencana, pembangunan lahan BCW akan memanfaatkan tanah seluas 8.553 meter persegi. Pembangunan meliputi hotel berlantai 18, kompleks apartemen, dan mal yang berjarak 50 meter dari tepi Jalan Braga. Proyek BCW diperkirakan menelan dana Rp 300 miliar. (LUQ) Post Date : 22 Oktober 2004 |