|
Jakarta, Kompas - Warga yang tinggal di daerah langganan banjir setiap tahunnya perlu meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi ancaman banjir akhir tahun ini hingga tahun 2007. Oleh karena ancaman banjir tahun ini merupakan periode banjir lima tahunan, ada kemungkinan debit air sungai atau kali saat hujan deras lebih besar daripada banjir tahunan. Pitoyo Subandrio, Ketua Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Departemen Pekerjaan Umum, Senin (6/11), mengatakan, meskipun debit air kemungkinan lebih besar dibanding banjir tahunan sekitar 20 persen, masyarakat tetap perlu waspada. "Masyarakat yang biasa mengalami banjir setiap tahunnya, seperti di Bukit Duri, di Gang Arus Cawang, Kampung Melayu, perlu sigap jika sudah ada imbauan untuk mengungsi. Di lokasi-lokasi itu, kan, sudah dipasang sistem pemantau jarak jauh," ujar Pitoyo. Yang sangat penting dilakukan masyarakat saat ini, kata Pitoyo, adalah bergotong royong untuk membersihkan selokan dan drainase dari sampah dan lumpur. Upaya ini bisa membantu mencegah banjir yang lebih besar karena aliran air bisa lancar. Menurut Pitoyo, upaya untuk mengantisipasi banjir telah dilakukan pihaknya dengan terus memelihara Banjir Kanal Barat, Cakung Drain, Cengkareng Drain, dan Kali Bekasi dengan pembuatan turap, sedangkan untuk Kali Pesanggrahan sudah disusun detail desainnya. Saat banjir, masyarakat juga bisa meminta bantuan perahu karet dan pompa bergerak, dengan menghubungi nomor telepon 021-8196945. Sementara itu, warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung menanggapi ancaman banjir yang biasanya terjadi pada bulan Januari hingga Februari dengan sikap biasa-biasa saja. Mereka menganggap banjir yang datang setiap tahun saat musim hujan tidak lagi sebagai bencana yang harus dikhawatirkan. "Kebanyakan rumah warga yang biasa kebanjiran sudah dibangun bertingkat. Jika air sudah tinggi sampai ke jalan, biasanya warga baru mengungsi. Warga sudah tahu, kok, kalau banjir harus ngapain," kata Supriyati (45), warga Bidara Cina, RT 15 RW 07, Jatinegara, Jakarta Timur. Kendati banjir sudah rutin terjadi setiap musim hujan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai belum siap menghadapi banjir. Penanggulangan yang dilakukan dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kemajuan. Padahal, setiap tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menganggarkan ratusan miliar rupiah. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso kemarin, ketika menerima kunjungan Komisi I DPR pada masa reses di Balaikota DKI, mengatakan, Jakarta masih kesulitan menghilangkan ancaman banjir selama Banjir Kanal Timur (BKT) belum terwujud. Pembebasan tanah pada proyek BKT oleh Pemerintah Provinsi DKI diperkirakan baru selesai pada akhir 2007, selanjutnya pembangunan konstruksinya diserahkan kepada pemerintah pusat. "Belanda sudah menyumbang pembuatan Banjir Kanal Barat pada tahun 1933. Tanpa menyelesaikan BKT, mustahil bisa menghilangkan banjir di Jakarta," kata Sutiyoso. Ketika BKT terwujud, tutur Sutiyoso, ke-13 sungai yang mengalir di Jakarta masuk ke banjir kanal. Airnya kemudian dapat dikendalikan langsung masuk ke laut dan dapat diatur kebutuhan untuk dialirkan ke berbagai wilayah di Jakarta. Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Mukhayar mengatakan, penyebab Jakarta tidak pernah bebas banjir karena perencanaan dan manajemen tata air masih amburadul. "Planning dan manajemen tata air masih belum baik. Selama ini menangani banjir masih sebatas one plan one management. Ini yang harus diperbaiki kalau mau Jakarta bebas banjir," papar Mukhayar. Penanganan banjir selama ini, kata Mukhayar, juga masih sepenggal-sepenggal. Ia mencontohkan proyek penurapan yang tidak dilakukan secara berkesinambungan dan hanya dilakukan pada titik tertentu. Belum lagi pengerukan dan normalisasi kali yang dilakukan tidak berkelanjutan. "Seharusnya penanganannya per kawasan sehingga bisa dirasakan hasilnya oleh masyarakat," katanya menambahkan. Penanganan sepenggal-sepenggal mengakibatkan banjir akibat luapan Kali Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung di Jakarta Timur tidak pernah teratasi. BKT Jakarta Utara Selain itu, proyek BKT di dua kelurahan di Jakarta Utara, yakni Rorotan dan Marunda, masih tersendat-sendat. Pekerjaan tidak dapat berjalan lancar akibat belum terselesaikannya proses ganti rugi atau pembebasan lahan. Kepala Sub-Bagian Tata Pemerintahan pada Administrasi Wilayah Jakarta Utara Kustiyar pesimistis bahwa proses ganti rugi bisa selesai medio 2007. Dananya sudah siap, tetapi persoalan saling klaim atas sebuah atau lebih bidang tanah belum tuntas, dan itu menghambat pekerjaan proyek. "Saya sangsi karena masih banyak persoalan yang terkait dengan pembebasan lahan yang belum dapat dituntaskan," katanya. Selain itu, pekerjaan yang menonjol dalam pengerukan kali atau pembersihan saluran air juga belum terlihat. Parit di jalan arteri utama Yos Sudarso, yang selama ini rawan banjir, juga belum dibersihkan. Sampah menyumbat hingga permukaan saluran.(ELN/PIN/CAL/NAW) Post Date : 07 November 2006 |