|
Jakarta, Kompas - Warga Rawa Buaya, Jakarta Barat, mendesak Pemprov DKI Jakarta menuntaskan pengerukan Kali Mookevart sebelum musim hujan tiba. Warga tidak ingin menderita seperti pada musim hujan yang lalu, ketika 18.000 lebih orang mengungsi, kehilangan pekerjaan, dan harta akibat banjir. ”Sekalipun kini masih musim kemarau, warga sudah mulai gelisah karena musim hujan juga sudah semakin dekat. Upaya pengerukan kali sepertinya masih berjalan di tempat,” kata Alimudin (37), warga RW 10, Rawa Buaya, Selasa (19/8). Rawa Buaya adalah daerah terparah di Jakarta Barat yang selalu tergenang saat musim hujan tiba. Maklum, wilayah seluas 406,9 hektar dengan 12 RW dan dihuni 26.168 orang itu terkepung Kali Mookevart, Angke, dan Cengkareng Drain. ”Tinggi genangan 2,5 meter sampai 3 meter,” kata Tri Mulyo, warga RW 11. Supriyadi, mantan Lurah Rawa Buaya yang kini menjadi Kepala Subbagian Pemberitaan Humas Pemkot Jakarta Barat, menyebutkan, pada saat banjir awal tahun 2008, lebih dari 18.000 orang mengungsi. Sekitar 90 persen wilayah kelurahan itu tergenang banjir. Tidak hanya mengungsi, warga korban banjir itu juga kehilangan harta benda dan pekerjaan, sakit, dan kegiatan belajar-mengajar di sekolah terganggu. ”Warga mengungsi ke bantaran rel kereta api hingga 10 hari lebih,” kata Supriyadi yang saat banjir awal tahun ini masih sebagai lurah Rawa Buaya. Lurah Rawa Buaya Yan Sopian Hadi menjelaskan, masyarakat terus mendesak pemerintah segera mengeruk kali di sekitar wilayah tempat tinggal mereka. Warga tidak mau bencana banjir makin parah lagi seperti terjadi sebelumnya. Masalah ini selalu dibicarakan dalam rapat musyawarah rencana pembangunan setiap tahun. Kali Mookevart Salah satu kali yang kondisinya makin sempit dan dangkal adalah Mookevart. Lebar kali yang dulu 60 meter itu kini tinggal 15-20 meter dan dasar kali hampir menyamai muka jalan dan tanpa tanggul. Kini memang sedang ada pekerjaan pelebaran kali oleh Suku Dinas PU Tata Air Jakarta Barat menjadi 60 meter dengan kedalaman 3-4 meter. Sementara tanggul dibangun lebih tinggi 1 meter dari muka jalan. ”Warga sudah lama menginginkan agar Kali Mookevart dikeruk. Kami berterima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta, Wali Kota Jakarta Barat, dan Suku Dinas Tata Air. Tapi kami juga mendesak agar pengerukan dipercepat,” kata Minarsih (31), warga RT 008 RW 03, yang pada musim hujan lalu mengungsi selama 10 hari ke rel kereta api. Warga berharap pekerjaan pengerukan selesai dilakukan pada musim kemarau ini. Jika berlarut dan belum juga rampung hingga musim hujan tiba, jelas pekerjaan itu akan sia-sia karena banjir dipastikan kembali merendam Rawa Buaya dan akan ada banyak warga yang mengungsi. ”Saya sebagai wakil warga berharap pekerjaan lebih difokuskan dulu kepada upaya pencegahan banjir,” kata Yan Sopian Hadi. Kata dia, saat banjir lalu ada beberapa RW terisolasi karena sulit dijangkau. ”Sehebat apa pun penanganan kita saat pascabanjir, akan kurang nilainya jika warga sudah terlebih dahulu menderita. Lebih baik semua sektor kini fokus ke upaya pencegahan banjir,” katanya. Pengerukan kali Mookevart, kata dia, harus dipercepat seperti sudah dilakukan di Kelurahan Semanan. Menurut Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat Heryanto, pengerukan kali itu sudah dimulai. Pekerjaan dilakukan lebih awal agar selesai sebelum hujan. ”Gubernur peduli setelah melihat kondisi dan mendengar keluhan warganya. Ada 2,5 km panjang Kali Mookevart di Rawa Buaya yang dikeruk,” kata Heryanto. (CAL) Post Date : 20 Agustus 2008 |