UDAH 13 tahun air minum Jakarta dikelola swasta. Ternyata, pelayanan dan kualitas air tetap saja buruk sebagaimana saat dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya.
Selain pengelolaan yang buruk, kedua operator swasta itu malah menimbulkan PDAM Jaya berutang. Jumlahnya telah mencapai Rp580 miliar pada 2010, yang menjadi beban APBD DKI.
Buruknya kualitas air Jakarta dapat dilihat dari hasil riset kesehatan daerah oleh Kementerian Kesehatan pada 2010. Menurut riset, hanya 18,3% sambungan air perpipaan di DKI Jakarta terlindungi dan 90% air tanah Jakarta mengandung bakteri E-coli.
Sadar bahwa swastanisasi pengelolaan air minum hanya untuk keuntungan sekelompok orang, warga Ibu Kota kemarin menggelar unjuk rasa di Balai Kota DKI. Warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak Gubernur DKI Fauzi Bowo segera memutus kontrak dengan Palyja dan Aetra.
KMMSAJ merupakan gabungan dari Serikat Pekerja PDAM, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air, Serikat Pekerja Jabodetabek, Jaringan Rakyat Miskin, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup, serta Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Hamong, salah satu koordinator aksi, menyebutkan kontrak kerja sama PDAM Jaya dengan Palyja dan Aetra telah genap berusia 13 tahun pada 6 Juni. Hasil kerja sama selama 13 tahun tidak pernah maksimal.
“Sudah cukup banyak studi yang menunjukkan kontrak konsesi dengan dua operator swasta tersebut hanya mendatangkan keuntungan bagi mereka dan merugikan Jakarta,” papar Hamong.
Saat ini tarif air di Jakarta sekitar Rp7.000 per meter kubik dengan kualitas buruk. Singapura, menurut Hamong, hanya menghargakan Rp5.000 per meter kubik dengan kualitas air dapat langsung diminum.
Atas dasar itu KMMSAJ meminta Fauzi Bowo tidak menunggu sampai kontrak berakhir pada 2022. “Bola di tangan gubernur. Apakah tetap membiarkan dikelola swasta atau mengembalikan dalam domain publik, dikelola secara demokratis, melibatkan warga dengan pendanaan publik, tanpa utang dan tanpa investasi swasta,“ lanjutnya.
Sebanyak 10 perwakilan kemudian diterima Kepala Biro Sarana dan Prasarana Kota DKI Asep Jatneka di Ruang Crisis Center Balai Kota DKI. Hasil pertemuan dijanjikan akan dilaporkan kepada Gubernur DKI.
Hapus utang
Dirut PDAM Mauritz Napitupulu mengakui utang PDAM Jaya kepada Palyja dan Aetra sudah mencapai Rp580 miliar per 2010. Soal kualitas air yang tetap buruk, menurut Mauritz, kedua operator berkewajiban meningkatkan produksi air bersih tanpa tergantung dengan ketersediaan air baku.
Itu tercantum dalam kontrak konsesi. Namun sudah 13 tahun berlalu, Palyja dan Aetra bahkan tidak mampu menghadirkan teknologi memproduksi air sungai jadi air baku.
Corporate Secretary PT Aetra Joshua L Tobing mengaku sudah membuat masterplan agar utang PDAM Jaya kepada Palyja dan Aetra sebesar Rp580 miliar bisa dihapus pada 2016.
Caranya bukan dari penaikan tarif, melainkan lewat hasil kinerja dengan meningkatkan pelayanan. “Tidak akan memberatkan Palyja, Aetra, PDAM Jaya, maupun konsumen. Kita punya cara tersendiri,“ terangnya.
Menurut Joshua, ada beberapa poin krusial dalam perjanjian kerja sama yang terkesan merugikan PDAM Jaya sehingga dilakukan perubahan yang sifatnya lebih berimbang. SELAMAT SARAGIH
Post Date : 07 Juni 2011
|