Warga Depok Masih Suka Buang Sampah Sembarangan

Sumber:Jurnal Nasional - 10 Juni 2011
Kategori:Sampah Luar Jakarta

BANYAK kalangan menilai, Kota Depok gagal meraih Piala Adipura karena kesadaran warga dan aparat Pemkot dalam menjaga kebersihan masih kurang. Masih banyak perilaku membuang sampah sembarangan. "Belum ada kesadaran secara bersama-sama untuk tidak membuang sampah sembarangan," ujar Sekretaris Penggerak Piala Adipura Kota Depok, Rachmat Subagio kepada Jurnal Nasional, Kamis (9/6).

Dikatakan, Pemkot Depok sudah bekerja maksimal untuk meraih piala kebanggan di bidang kebersihan itu. Namun, warga masih suka membuang sampah seenaknya. Pemkot berulang-ulang meminta warga memilah sampah organik dan nonorganik sebelum dibuang ke Unit Pengolahan Sampah (UPS).

Namun, proses pemilahan sampah tidak juga dilakukan. "Saya tidak hanya ingin menyalahkan warga. Perilaku yang sama juga ditunjukkan aparat di lingkungan Pemkot Depok. Meski wadah sudah disediakan dua jenis sampah, yakni sampah organik dan nonorganik, tetap saja mereka tidak melakukan pemilahan," ujarnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Sarimun Hadisaputra mengurai, untuk mengatasi masalah sampah dibutuhkan political will dari Pemkot Depok. Pertama, Pemkot Depok harus memahami makna bersih, aman, nyaman, dan indah. "Kalau empat hal itu bisa dipahami, saya yakin Pemkot Depok dapat mengeluarkan berbagai ide untuk menanggulangi masalah sampah," katanya usai menjadi pembicara dalam seminar Pengelolaan Sampah di Kota-Kota Besar: Tantangan dan Alternatif Solusi, di Kampus Universitas Indonesia (UI), Kamis (9/6).

Sarimun mengingatkan, untuk mengatasi masalah sampah di Kota Depok --juga di kota-kota lain-- bukan hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang sulit. Kondisi keuangan yang terbatas bukan alasan sulitnya pengentasan masalah sampah. "Pemkot yang berwibawa dapat memberdayakan masyarakat untuk bersama-sama mengetasi masalah persampahan," ujarnya.

Mantan Wali Kota Jakarta Barat itu melihat, warga Depok masih menganggap sampah sebagai "musuh" atau benda yang tidak dianggap. Tidak heran, perilaku membuang sampah sembarangan masih tampak dominan. "Kalau pola pikir masyarakat Depok tidak menganggap sampah sebagai musuh, dengan sendirinya masalah sampah dapat teratasi. Impian agar Kota Depok bersih, aman, nyaman, dan indah dapat terwujud," kata Sarimun.

Sarimun mengatakan, saat ini program UPS yang digalakkan Pemkot Depok seharusnya dapat mengatasi masalah sampah. Namun, tidak ada salahnya jika Pemkot Depok belajar atau melakukan studi banding ke Surabaya, Palembang, Yogyakarta, dan Probolinggo dalam upaya mengatasi sampah. Dari empat kota itu, ia merekomendasikan Probolinggo. Bahkan, Pemkot Probolinggo merasa kekurangan sampah. "Misalnya, kompos yang dihasilkan UPS digunakan sebagai pupuk pohon belimbing. Depok kan Kota Belimbing," sindirnya.

Sementara itu, Ketua Program Pascasarjana Kajian Pengembangan Perkotaan UI (KPP-UI) Komara Djaya mengatakan, dalam pengelolaan sampah kota, ada lima aspek yang berpengaruh: pembiayaan, teknik operasional, kelembagaan, hukum, dan peran serta masyarakat. "Aspek pembiayaan perlu didalami dengan lebih baik karena pengelolaan sampah memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga sangat kritikal. Karena itu, masalah pembiayaan akan lebih disorot," katanya.

Komara mengingatkan, Depok merupakan perluasan Jakarta. Tensi masalahnya pun semakin tinggi. Untuk mengatasi dan menanggulangi masalah ini harus ada perubahan life style di kalangan warga Depok. "Warga harus melihat sampah sebagai peluang bisnis. Sampah itu merupakan industri jika dikelola secara baik," katanya.

Menurutnya, masyarakat Depok belum secara maksimal memanfaatkan sampah sebagai industri. Padahal, sampah yang dihasilkan Kota Depok jumlahnya cukup banyak. Baik dari sampah rumah tangga, sampah restoran, sampah rumah sakit, dan sampah mal. "Bila dimanfaatkan secara baik, sampah-sampah itu dapat dijadikan peluang usaha," katanya.

Sementara itu, sebagai pengelola TPST Bantargebang, Managing Director PT Godang Tua Jaya jo PT Navigat Organic Energy Indonesia, Dauglas J Manurung mengatakan, masalah sampah di kota akan semakin kompleks seiring pertumbuhan penduduk, aktivitas, dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Hal itu memberikan kontribusi secara signifikan pada peningkatan volume sampah, serta semakin beragamnya jenis dan karakteristik sampah. "Rata-rata di kota besar di Indonesia, setiap orang menghasilkan sampah 2-2,5 liter per hari, dengan asumsi sampah yang dihasilkan mempunyai kepadatan," ujarnya.

Dauglas mengatakan, diperlukan peranserta swasta dalam pengelolaan sampah: pengumpulan, pengangkutan, insinerator, daur ulang, landfill, dan lain-lain. Semua itu harus dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel. "Diperlukan perangkat kebijakan dalam pengelolaan sampah oleh swasta, seperti: kemudahan dalam memenuhi ketentuan dan adanya inisiatif yang menarik dari pemerintah dan swasta," katanya. Iskandar Hadji



Post Date : 10 Juni 2011