|
Jakarta, Kompas - Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta dan warga pelanggan memprotes keras kenaikan tarif air bersih rata-rata sebesar 8,14 persen. Kenaikan tarif dinilai tidak wajar dalam kondisi pelayanan air yang masih sangat buruk. Selain berbau, berwarna coklat terkadang abu-abu dan hitam, air bersih yang diharapkan pelanggan lebih banyak tidak mengalir pada pagi hingga sore hari. Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI periode 2004-2009 juga akan menganulir Persetujuan DPRD DKI Jakarta periode 1999-2004 mengenai implementasi penyesuaian tarif otomatis. Alasannya, persetujuan itu dinilai menyengsarakan rakyat dan lebih memihak kepada pengusaha. "Kami menyayangkan persetujuan dari anggota DPRD periode sebelumnya. Mereka membuat keputusan di saat terakhir bertugas sebagai wakil rakyat," kata Nurmasyah Lubis, Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta, Rabu (2/2). Menurut dia, tak layak seorang seorang pejabat yang masa jabatan sudah hampir berakhir mengeluarkan keputusan strategis yang tidak etis seperti itu dan merugikan masyarakat banyak. "Makanya, keputusan itu harus dibatalkan dan perlu dikaji lagi," ujar Lubis. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Maringan Pangaribuan mengatakan, sejauh ini, pihaknya tak mengetahui bagaimana dan seperti apa rekomendasi yang dibuat pimpinan DPRD DKI periode sebelumnya. "Kami juga tak pernah diajak berbicara mengenai kenaikan tarif air itu. Kalau anggota Dewan mengusulkan agar persetujuan itu dibatalkan dan dikaji lagi, ya sah-sah saja. Nanti kami rapatkan," ujar Maringan. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengatakan, kenaikan tarif itu akan diimbangi dengan kebijakan subsidi silang. Menurut Sutiyoso, kalau kenaikan tarif tidak dilakukan saat ini, enam bulan ke depan dikhawatirkan kenaikan menjadi berlipat ganda. Apalagi mengingat rencana menaikkan tarif air sudah tertunda beberapa kali. "Kami akan berusaha mengimbanginya dengan peningkatan kualitas pelayanan dan subsidi silang. Artinya, warga miskin tak akan terkena dampaknya," katanya. Gubernur mengatakan, proses menaikkan tarif PAM memang rumit sehingga pihaknya membentuk Badan Regulator. Lembaga itu bertugas mengkaji dan menentukan berapa besar tarif yang harus dinaikkan. "Prinsipnya harus ada kenaikan berkala sehingga PDAM Jaya itu kita pantau terus dengan membuat perjanjian. Jadi tidak bisa sembarangan karena kita sudah dibebani utang yang besar dari Bank Dunia," papar Sutiyoso. Warga keberatan Ny Christina Purba, warga Cengkareng Timur, mengatakan, tidak sepantasnya PAM Jaya menaikkan tarif air dalam kondisi pelayanan yang sangat buruk seperti sekarang ini. "Bayangkan saja, airnya berwarna hitam. Belum lagi berbau. Kalau siang, air tidak ngocor. Baru mengalir pada malam hari," ungkap Ny Purba menjelaskan. Ia mengatakan, karena air PAM tak bisa dipakai mandi, apalagi untuk memasak dan minum, terpaksa setiap dua hari ia harus menyediakan tiga galon air mineral untuk minum sehari-hari. Sementara untuk mandi, mencuci, dan memasak, ia harus menyediakan air isi ulang. Pengakuan yang sama juga dikatakan Yanis, karyawan di Rawa Belong, Jakarta Barat. Ia harus mengeluarkan anggaran Rp 150.00 sampai Rp 300.000 untuk membeli air minum kemasan dalam galon serta air isi ulang untuk kebutuhan sehari-hari sebagai anak kos. Seperti diberitakan, tarif air bersih yang dikelola PDAM Jaya naik sebesar 8,14 persen terhitung mulai 20 Januari 2005 lalu. Keputusan itu menyusul keluarnya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 138 Tahun 2005 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis yang diterbitkan tanggal itu juga. (pin) Post Date : 03 Februari 2005 |