|
KENDAL - Warga di Kampung Birusari, Kelurahan Kalibuntu Wetan, Kendal Kota, sejak empat bulan terakhir kesulitan mendapatkan air bersih guna memenuhi kebutuhan minum serta memasak. Kondisi tersebut karena puluhan sumur warga di kampung yang berada di pesisir pantai itu terkena rembesan air laut, sehingga terasa asin. Akibatnya, warga terpaksa harus ngangsu ke sejumlah sumur di desa tetangga, yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari kampungnya, seperti, ke Desa Wonosari dan Bangunsari, Kecamatan Patebon. ''Selain menyusut drastis, hampir dipastikan setiap musim kemarau sumur-sumur di sini terasa asin lantaran air laut merembes masuk,'' papar Harti (50), warga RT 9 RW 1 Kalibuntu Wetan, kemarin. Air sumur yang rasanya asin itu, imbuh dia, tidak dapat digunakan sebagi air minum ataupun memasak. ''Rasa asin masih terasa, meski air sumur telah direbus. Sementara itu, jika dimanfaatkan untuk menanak beras, nasi rasanya pahit serta berwarna kekuningan. Air sumur hanya sebatas dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci,'' tutur ibu tiga anak itu. Hal senada juga diungkapkan Sulastri (35), selain sumur-sumur milik warga, empat buah sumur bor bantuan Pemkab Kendal berkedalaman rata-rata 90 meter yang ada di kampungnya juga tidak bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan minum dan memasak, karena juga terasa asin. Guna memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa ngangsu ke Desa Wonosari dan Bangunsari. 250 Warga Untuk keperluan ngangsu air bersih, lanjut dia, warga menggunakan sepeda kayuh. ''Perjalanan pergi dan pulang ke desa tetangga itu harus ditempuh dalam waktu sekitar satu jam. Sekali perjalanan, seorang warga rata-rata hanya mampu membawa dua jerigen (isi 25 liter/jerigen). Kami berharap, pemerintah dapat mencarikan jalan keluar permasalahan warga yang telah berlangsung sejak bertahun-tahun tersebut, misalnya membangun sumur bor baru,'' ungkapnya. Dia mengatakan, pada musim kemarau beberapa tahun ini, pemerintah membantu penyaluran air bersih ke kampungnya. ''Kemarau ini, warga belum memperoleh bantuan air bersih. Kami merasa sangat senang, jika bantuan itu sifatnya tidak dipungut biaya atau gratis,'' ujar Sulastri. Warga mendengar sebentar lagi akan ada bantuan air, jelas dia. ''Namun, menurut informasi, warga diwajibkan membayar sejumlah uang kepada sopir. Apabila harus membayar, kami memilih ngangsu ke desa lain saja. Daripada untuk membayar air, lebih baik uangnya digunakan untuk keperluan lain, seperti untuk uang saku anak pergi ke sekolah. Apalagi, saat bantuan air tiba, kami harus berebutan.'' Kades Kalibuntu Wetan, Sayogo, ketika ditemui di rumahnya, mengatakan, jumlah warga di Kampung Birusari sekitar 250 jiwa. ''Pada musim kemarau dan hujan, sumur-sumur di kampung tersebut terasa asin, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk minum dan memasak. Warga di kampung itu kesulitan air bersih, karena belum ada jaringan air dari PDAM,'' jelasnya. (G15-16h) Post Date : 05 September 2006 |