|
Jakarta, kompas - Warga Jakarta yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung menanggapi ancaman banjir yang biasanya terjadi pada bulan Januari hingga Februari dengan sikap biasa-biasa saja. Banjir yang datang setiap tahun saat musim hujan tidak lagi dianggap sebagai bencana yang harus dikhawatirkan. Warga sudah tidak kaget lagi kalau banjir. Sudah berapa tahun ini banjir biasanya dekat-dekat Lebaran Haji. Tetapi Lebaran Haji tahun ini sudah lewat, banjir belum datang, kata Supriyati (45), warga Bidara Cina, RT 15 RW 07, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (12/1). Rumah Supriyati yang berjarak sekitar 100 meter dari Kali Ciliwung selalu kebanjiran jika kali tersebut meluap. Namun, keluarga ini baru akan mengungsi ke kantor Kelurahan Bidara Cina jika air sudah sampai ke lantai dua rumahnya. Saat ditanya soal persiapan menghadapi banjir yang bisa datang sewaktu-waktu pada musim hujan tahun ini, Supriyati dan warga lainnya malah mengeluhkan soal pembagian bantuan kepada korban banjir yang dianggap tidak merata. Bahkan, mereka dengan tertawa mengatakan senang jika banjir terjadi saat musim kampanye. Pasalnya, banyak partai politik yang royal memberikan bantuan makanan, pakaian, dan lain-lain kepada warga. Banjir di sini sudah biasa, mau diapakan lagi. Mau pindah tidak bisa. Tidak ada uang untuk beli rumah lagi, kata ibu tiga anak ini dengan santai. Bukan cuma pemilik rumah di bantaran Kali Ciliwung yang cuek terhadap ancaman banjir. Pengontrak rumah yang sebenarnya bisa leluasa mencari rumah kontrakan yang bebas banjir juga tidak memiliki keinginan untuk pindah. Tika (32), yang mengontrak kamar persis di pinggir Kali Ciliwung, sampai saat ini tidak punya persiapan khusus jika sewaktu-waktu kali meluap. Jika air sudah sampai got di rumah kontrakan itu, yang menandakan kali meluap, Tika dan suami serta seorang anaknya akan segera menumpang ke kamar pengontrak lain di lantai dua. Seandainya air terus meninggi, mereka menunggu perahu karet bantuan untuk membawa penghuni ke tempat pengungsian. Jika hujan deras belum tentu di sini banjir. Biasanya kalau udara di sini terasa dingin, lalu air kali sudah sampai lewat got, berarti banjir akan datang, ujar Tika, yang mengandalkan pendapatan suaminya yang bekerja sebagai tukang parkir. Tika mengatakan, mereka terpaksa tidak pindah meskipun harus mengalami banjir berkali-kali. Mereka tidak sanggup membayar biaya sewa rumah yang mahal. Harga sewa kamar yang naik Rp 20.000 menjadi Rp 100.000 saja sudah dirasa berat. Warga Kampung Pulo, Kampung Melayu, yang juga langganan banjir bersiap-siap mengungsi ke Sekolah Santa Maria di Jalan Jatinegara Barat jika ketinggian air di rumah sampai dua meter. Warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung ini juga sudah mulai bisa hidup harmoni dengan banjir, antara lain dengan membangun rumah dua lantai. Mereka baru berkemas jika sudah ada peringatan banjir. (ELN) Post Date : 13 Januari 2006 |