|
Jakarta, kompas - Warga Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, berharap pemerintah segera memberikan ganti rugi lahan mereka yang terkena proyek Banjir Kanal Timur. Mereka siap pindah dan tidak ingin menjadi korban penggusuran demi percepatan proyek itu. Beberapa warga yang ditemui di Marunda, Kamis dan Jumat (26/5), menyebutkan, demi kelancaran pekerjaan fisik proyek Banjir Kanal Timur (BKT) mereka siap pindah. "Akan tetapi, pemerintah hendaknya segera memberikan ganti rugi lahan sesuai ketentuan," kata Zainal Afendy, seorang warga. Marunda merupakan daerah hilir yang menjadi muara BKT. Ia mengatakan, pemberian ganti rugi lahan kepada warga penggarap terkesan tidak diurus serius. Warga lain, Zainul, mengatakan, mereka pernah diberi tahu bahwa proyek BKT harus sudah rampung tahun 2007. "Itu artinya tinggal setahun lagi, tetapi proses pemberian ganti rugi belum jelas kapan dilaksanakan," katanya. Beberapa warga lain mengatakan, ganti rugi jangan diberikan secara dadakan, yakni pada saat pelaksanaan penggalian kanal segera dimulai. Jauh-jauh hari sebelum pekerjaan fisik berjalan ganti rugi sudah harus diberikan agar ada celah proses negosiasi harga yang merujuk kepada ketentuan hukumnya. Mereka mengatakan, sering kali ketika jadwal pekerjaan fisik sudah ditentukan dan tidak akan ditunda-tunda lagi barulah proses ganti rugi dibicarakan. Pola seperti itu sering kali menimbulkan benturan dengan warga, dan pada akhirnya ada pemaksaan berupa penggusuran. "Cara seperti itu tidak diinginkan warga," kata Taher, warga. Ia mengatakan, pernah ada petugas berseragam pegawai negeri menemui dirinya untuk membicarakan proses ganti rugi. "Mereka datang hanya sekali. Berikutnya, ada juga orang-orang tidak berseragam membicarakan hal yang sama. Kami malah khawatir, mereka itu calo," kata Suwarni, penggarap lahan. Nilai ganti rugi yang dipercakapkan kepada warga itu berkisar Rp 100.000 per m2. Padahal, nilai jual obyek pajak (NJOP) di kawasan itu Rp 350.000-Rp 500.000 per m2. Bahkan, harga pasaran mencapai Rp 700.000 per m2. Namun, Camat Cilincing Suroto pernah mengatakan bahwa ganti rugi untuk tanah garapan hanya 25 persen dari NJOP. Dengan demikian, untuk tanah-tanah garapan yang diklaim warga itu hanya sekitar Rp 100.000. Jumlah itulah yang sampai saat ini masih dipersoalkan warga. Untuk tanah dengan dokumen, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara Isdi Priyono mengatakan, ganti rugi akan diberikan secara proporsional. Untuk tanah bersertifikat hak milik diganti 100 persen, hak guna bangunan 90 persen, dan girik 80 persen. (cal) Post Date : 27 Mei 2006 |