|
Cimahi, Kompas - Pemerintah Kota Cimahi hingga kini masih mengusahakan agar masyarakat mau membayar retribusi sampah, setelah ditiadakannya tempat pembuangan akhir atau TPA beberapa bulan lalu. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumardjito Budi Rahardjo, pihaknya masih menyosialisasikan agar masyarakat kembali membayar retribusi sampah. "Ada sebagian yang menolak membayar retribusi sampah dengan alasan sudah mengolahnya menjadi kompos sehingga tidak lagi membuang sampah ke TPA," ujar Sumardjito, Kamis (14/9) di Cimahi. Padahal, lanjut Sumardjito, pembuatan kompos mustahil menyerap seluruh sampah yang diolah. Dari 100 persen sampah, selalu ada sisa 20 persen berupa bahan yang tidak bisa diuraikan dengan segera, seperti plastik atau kaca. Warga yang mengusahakan kompos pun tetap menghasilkan sampah untuk dibuang. "Masyarakat yang mengomposkan 80 persen sampah dan menyisakan 20 persen untuk dibuang harus membayar retribusi yang sama dengan masyarakat yang membuang 100 persen sampah ke TPS (tempat pembuangan sementara)," kata Sumardjito. Untuk itu, menurut Sumardjito, harus ada insentif untuk masyarakat yang melakukan proses pengomposon. Insentif tersebut bisa dilakukan dengan cara, Pemkot Cimahi membeli hasil kompos warga dengan harga tertentu. Tempat sampah Sumardjito menjelaskan, hingga kini Pemkot Cimahi belum memiliki TPA sendiri, meskipun ada nota kesepahaman dengan Perhutani mengenai penggunaan Desa Sarimukti sebagai lokasi pembuangan sampah yang hanya untuk satu tahun. "Satu tahun adalah waktu yang terlalu singkat. Kami harapkan penggunaannya bisa diperpanjang menjadi dua tahun," tutur Sumardjito. Hingga kini kebijakan Pemkot Cimahi mengenai TPA adalah menggunakan satu lokasi bersama dengan daerah lain, yang bertujuan untuk efisiensi biaya. Oleh karena itu, pihaknya akan terus bekerja sama dengan daerah lain dalam penggunaan sebuah TPA. Pemkot Cimahi, lanjut Sumardjito, akan berusaha agar tidak mengusahakan satu TPA untuk kotanya saja. Alasannya, biaya operasional per hari dengan volume sampah yang masuk tidak seimbang. "Pemborosan akan banyak terjadi akibat banyak waktu yang terbuang untuk menunggu sampah datang karena jumlahnya yang memang sedikit," kata Sumardjito. (eld) Post Date : 15 September 2006 |