Warga Badegan Simpan Sampah di Bank Gemah Ripah

Sumber:Suara Merdeka - 07 Agustus 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

SAMPAH menjadi persoalan serius di negeri ini. Tidak hanya di lingkungan perkotaan namun juga di pinggiran, pedesaan. Bahkan di sana biasanya juga memprihatinkan karena orang membuang sampah sembarangan dengan dalih masih ada  tempat luas atau sungai, jadi masih bisa membuang seenaknya.

Namun kalau yang dibuang tidak terurai alias tak bisa membusuk, polusi akan berlangsung sepanjang masa. Malah bisa berdampak berbahaya bagi kesehatan lingkungan seperti misalnya limbah yang mengandung bahan kimia. Kondisi inilah yang mendorong warga Badegan, Bantul berinisiatif membuat bank sampah sebagai tempat pengumpulan sampah.

‘’Mungkin ini satu-satunya di Indonesia, bank yang menerima tabungan kotoran atau sampah. Ada yang kami pakai untuk membuat kerajinan tapi ada pula yang dijual ke tukang rongsokan,’’ ungkap salah seorang penggagas bank sampah yang diberi nama Gemah Ripah artinya Gerakan Memilah dan Me-reuse Sampah, Bambang Suwarda.

Dahulu setelah bencana gempa 2006 kondisi lingkungan desanya sangat kotor. Selain reruntuhan rumah, sampah plastik dan makanan tersebar di mana-mana, menumpuk bagaikan bukit kecil. Warga lantas berembuk membicarakan bagaimana mengatasinya agar desa terlihat bersih dan sehat. Maklum, mereka sebenarnya sadar sampah merupakan sumber penyakit namun karena masih dalam suasana bencana belum sempat bertindak apa-apa.

Akhirnya pada Februari lalu warga sepakat mendirikan Bengkel Kerja Lingkungan Hidup untuk mengatasi lingkungan yang sedemikian kotor akibat sampah. Di dalam bengkel tersebut ada divisi bank sampah dan daur ulang sampah styrofoam serta plastik. Bahan-bahan itu ternyata dapat menjadi suvenir dan menghasilkan uang.

Puluhan Nasabah

Bank sampah buka seminggu tiga kali, Senin, Rabu, dan Jumat mulai pukul 16.00-21.00. Puluhan orang terutama ibu-ibu yang menjadi nasabah rajin menabung alias menyetorkan sampah ke sana. Petugas akan mencatat dan menimbang barang-barang bekas dan menjualnya kembali ke pedagang rongsokan.

‘’Hasilnya tidak banyak tapi lumayanlah untuk membantu tambah-tambah beli bumbu dapur. Selain itu lebih baik disetor ke bank sampah, di rumah hanya ngotori,’’ ujar Triyanti, salah satu nasabah.

Di samping aktivitas bank itu, Bambang menambahkan, bengkel kerja mengolah sampah plastik dan styrofoam menjadi berbagai suvenir dan alat rumah tangga. Ada tempat bendera, pot, vas bahkan kursi dari bahan-bahan tersebut yang dicampur dengan semen dan pasir.

Ibu-ibu tak mau ketinggalan, mereka juga membuat bengkel sendiri untuk mengerjakan suvenir dari plastik. Kotoran plastik, bekas pembungkus minuman, dan kain-kain diubah menjadi dompet, tas, sarung telepon genggam, dan banyak lagi. Pembeli sudah mulai banyak. Sayangnya, keterbatasan peralatan menjadikan mereka tak maksimal berproduksi.

‘’Kalau saja ada tambahan mesin jahit dan peralatan lain kami dapat membuat lebih banyak suvenir. Pasarnya sekarang sudah mulai merambah luar Jawa,’’ imbuh Ismiyati yang selama ini mengurusi daur ulang dan pemanfaatan plastik. (Agung PW)



Post Date : 07 Agustus 2008