|
[BEKASI] Wali Kota Bekasi, Akhmad Zurfaih, menuntut kenaikan uang jasa pengelolaan sampah (tipping fee) dari Rp 60.070 menjadi Rp 80.000 per ton kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Besaran tipping fee yang selama ini diberikan Pemprov DKI dinilai tidak memadai untuk mengatasi permasalahan di tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi. "Saya pikir, dengan nilai yang ada sekarang (Rp 60.070, Red), PT PBB tidak akan mampu mengelola sampah dengan baik. Salah satunya, ya masalah IPAS," ujarnya kepada Pembaruan, Selasa (18/7). Dia menjelaskan, kenaikan tipping fee yang dituntutnya tersebut, ditujukan untuk memperbaiki beberapa sarana pendukung TPA, yang saat ini tidak berfungsi dengan baik dan sekaligus meningkatkan bagian pemerintah dalam mengembangkan masyarakat sekitar TPA (community development). Selain dapat meningkatkan kualitas pengelolaan di TPA, tambahnya, kenaikan tipping fee tersebut juga dapat berpengaruh baik bagi para subkontraktor. Selama ini, tutur Zurfaih, ada keluhan dari pihak subkontraktor tentang minimnya bagian yang mereka terima. Disamping menuntut kenaikan tipping fee, Pemprov DKI juga dituntut memperbaiki kerusakan sarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan sampah. Dikatakan, salah satu sarana yang rusak saat ini adalah saluran Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS). Keberadaan saluran tersebut, tuturnya, selama ini tidak berfungsi dengan baik. "Makanya air lindi mengalir ke mana-mana," kata Zurfaih. Sementara itu, menurut informasi yang diterima Pembaruan, Senin (17/7) siang, sejumlah orang yang mengatasnamakan masyarakat sekitar TPA Bantar Gebang menolak penunjukkan PT Patriot Bangkit Bekasi (PBB) sebagai perusahaan pengelola TPA. Namun, aksi unjuk rasa tersebut mendadak tidak jadi dilaksanakan. Meski batal dilaksanakana, sejumlah aparat kepolisian dari Polsek Bantar Gebang terlihat berjaga-jaga di kantor PT PBB. Keberadaan mereka di lokasi tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi kedatangan massa penolak PT PBB. Selain penolakan tersebut, informasi yang diterima Pembaruan juga mengatakan, PT PBB menolak perpanjangan kerja sama tripartit antara Pemkot Bekasi, Pemprov DKI, dan PT PBB yang hanya dilakukan selama enam bulan. Padahal, penetapan waktu tersebut sudah dilakukan sesuai rekomendasi DPRD Kota Bekasi. "Kalau mereka menolak, ya sudah enggak apa-apa. Kita kasih saja pengelolaannya ke perusahaan lain," ujar Zurfaih. [P-11] Post Date : 19 Juli 2006 |