Wali Kota Tawarkan Referendum Sampah

Sumber:Pikiran Rakyat - 03 Mei 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
BANDUNG, (PR).-Peliknya permasalahan sampah di Kota Bandung, mendorong Wali Kota Bandung Dada Rosada menawarkan referendum untuk rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Referendum akan dilakukan jika setelah perizinan dikantongi masih ada pihak yang menolak.

"Kalau semua legal aspect telah selesai dan masih ada kelompok yang mempersulit masalah, akan saya referendum. Kalau semua masyarakat menolak, ya sudah. Kita hidup bersama-sama dengan sampah. Jadi penyakit sekalian. Mati, mati sekalian," kata Dada dengan nada tinggi, usai peringatan Hari Pendidikan Nasional di Lapangan Tegallega, Bandung, Rabu (2/5).

Dada optimistis sebagian besar warga Kota Bandung mendukung pendirian PLTSa tersebut. Namun, bila hasil referendum menunjukkan sebagian besar warga Kota Bandung menolak pendirian PLTSa, hal itu tidak akan merealisasikan.

Pasalnya, keinginan agar pemerintah melakukan pengelolaan sampah yang tuntas dan aman itu langsung berasal dari warga Kota Bandung. "Sekarang banyak warga yang setuju dengan pendirian PLTSa. Yang kemarin demo hanya 300 orang. Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan seluruh warga Kota Bandung. Selain itu, yang berdemo juga bukan hanya warga Kota Bandung. Sebagian besar pedemo merupakan orang bayaran," tuturnya.

Menurut wali kota, untuk kondisi sekarang, tidak ada solusi lain yang lebih efektif. Open dumping ataupun sanitary landfill sudah tidak memungkinkan di Kota Bandung, terkait luas lahan yang diperlukan. Kedua alternatif solusi tersebut juga tidak efektif, terbukti dengan jatuhnya sejumlah korban

Saat ini, menurut Dada, realisasi PLTSa tinggal menunggu hasil analisis masalah dan dampak lingkungan (amdal). Penolakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti beberapa waktu lalu menjadi salah satu alasan untuk mempercepat realisasi PLTSa.

Bau busuk

Sementara itu, menyusul masih ditutupnya Tempat Pembuatan Akhir (TPA) Sarimukti, truk-truk pengangkut sampah Kota Cimahi kemarin terpaksa menginap di depan Kantor DPRD Kota Cimahi dan Alun-alun Cimahi, Jln. Hj. Julaeha Karmita.

Akibatnya, bau busuk yang bersumber dari truk sampah itu menyebar, hingga mengganggu kenyamanan para anggota dan petugas Sekretariat DPRD Cimahi, serta masyarakat dan pemilik toko di sekitarnya.

Karena tidak bisa membuang sampah ke TPA Sarimukti, para sopir truk pengangkut sampah dari UPTD Kebersihan Kota Cimahi hanya duduk-duduk di bawah pohon yang ada di alun-alun dan trotoar jalan di depan Kantor DPRD Cimahi.

Sahroji, salah seorang sopir truk itu mengaku bahwa mereka sejak pukul 4.00 WIB kemarin sudah berangkat menuju TPA Sarimukti. Namun, sesampainya di sana, ternyata tidak bisa membuang sampah ke TPA. Selain fondasi tempat pembuangan sampahnya masih diperbaiki, jalan menuju TPA pun masih diblokir warga. Mereka akhirnya terpaksa kembali lagi ke Cimahi.

Dari pemantauan "PR", akibat TPA Sarimukti ditutup sejak Selasa (1/5) lalu, tumpukan sampah terlihat di TPS-TPS (tempat pembuangan sementara) yang ada di Kota Cimahi. Bahkan, di beberapa TPS, seperti TPS Pasar Atas dan TPS Sangkuriang, gunungan sampah tidak tertampung kontainer. Akibatnya, sampah menumpuk di sekitarnya.

Kepala UPTD Kebersihan Cimahi Drs. R. Moch. Ilyas mengaku, mereka hingga kemarin belum bisa membuang sampah ke TPA Sarimukti. Hal itu terkait tuntutan masyarakat Cipatat mengenai perbaikan infrastruktur di sana.

Tingkat regional

Pada bagian lain, Wakil Gubernur Jabar Nu'man Abdul Hakim mengatakan, Pemprov Jawa Barat akan membentuk unit pengelolaan sampah tingkat regional. Lembaga bersifat permanen itu diharapkan menjadi solusi koordinasi dengan kota/kabupaten di Bandung metropolitan, yang saat ini cenderung memainkan kebijakan parsial.

Menurut dia, pembentukan unit ini tinggal menunggu persetujuan gubernur. Tim nantinya akan mencakup pembangunan pengolahan sampah regional di kawasan Bandung metropolitan dan Bogor.

"Kita tengah merancang unit pengelolaan sampah tingkat regional yang akan menjadi lembaga permanen. Mengapa unit atau badan ini dibentuk, karena kita melihat kota/kabupaten tidak berdaya dalam mengelola sampah. Karena itu, tingkat regional bisa mengelolanya," ungkap Nu'man, usai di Lapangan Tegallega Bandung, kemarin.

Dikatakan, draf pembentukan badan tersebut sudah disusun. Saat ini tinggal ditandatangani gubernur. Diakui, penanganan sampah adalah kewenangan kabupaten/kota.

"Provinsi tidak boleh ikut campur, tapi kalau ternyata terjadi deviasi dalam penanganan di kota/kabupaten dan akhirnya memunculkan persoalan, provinsi bisa turun dalam konteks kewilayahan secara regional," ujarnya.

Unit pengelolaan ini, rencananya dibangun di Bandung metropolitan atau dikenal juga sebagai cekungan Bandung, dan Bogor. "Saya kira, karena tidak ada kelembagaan yang permanen itulah, TPA Sarimukti yang asalnya composting jadi open dumping," ungkapnya.

Lembaga tersebut bisa langsung bekerja, bila surat keputusannya sudah ditandatangani gubernur.

Salah satu tempat alternatif untuk TPA adalah Leuwigajah. Saat ini, luas Leuwigajah di atas 70 hektare dan bisa digunakan lagi. Masyarakat yang ada di sana direlokasi ke tempat lain. Di lahan itu, pengolahan sampah bisa dilakukan melalui sistem waste to energy, composting, recycling, bisa semuanya," ujarnya.

Namun, menurut Ketua DPRD Kab. Bandung Agus Yasmin, DPRD Kab. Bandung tak akan memberikan izin baru untuk lahan TPA jika tak ada penanganan serius terhadap TPA Sarimukti. Menurut dia, selama ini wilayah Kab. Bandung hanya menerima dampak negatif dari TPA yang digunakan bersama, tanpa ada penanganan serius.

Masalah TPA Jelekong ataupun TPA Leuwigajah adalah contoh penanganan yang tak pernah tuntas hingga sekarang. Khusus TPA Sarimukti, kata Yasmin, akan bernasib serupa jika saja tak dilakukan penanganan secara serius. "Kita tak akan mengeluarkan izin penggunaan lahan di Kab. Bandung untuk TPA jika Sarimukti tak ditangani serius, tegas Yasmin. (A-64/A-124/A-136/A-150)



Post Date : 03 Mei 2007