|
Depok, kompas - Pengembang perumahan, pusat perbelanjaan, dan industri di Kota Depok diwajibkan menyediakan lahan minimal 1.000 meter persegi serta membangun unit pengolahan sampah. Langkah ini merupakan upaya menangani masalah sampah langsung pada sumbernya sehingga TPA tidak lagi diperlukan. Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengungkapkan hal ini menjawab pers seusai meluncurkan penggunaan unit pengolahan sampah (UPS) di Perumahan Griya Tugu Asri, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Rabu (14/6) sore. Menurut Nur Mahmudi, pengembang perumahan yang diwajibkan membangun UPS adalah pengembang yang membangun rumah di atas 300 unit, sedangkan pusat perbelanjaan yang diwajibkan adalah mal yang besar. Meski tidak menyebut nama, Nur Mahmudi tidak membantah ketika ditanya apakah mal dimaksud adalah Margo City, Depok Town Square (Detos), dan ITC Depok. Demikian pula industri dan pabrik yang wajib membangun UPS adalah pabrik yang besar. "Saya minta pengusaha di Depok punya tanggung jawab sosial menangani persoalan sampah," kata Nur Mahmudi. Harga satu unit UPS saat ini Rp 600 juta, sedangkan biaya operasional per tahun Rp 290 juta sehingga dibutuhkan dana Rp 880 juta. Kapasitas satu unit UPS 30 meter kubik per hari. "Tahun ini, UPS disiapkan di 17 tempat di Depok. Pada tahun pertama ini, keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan," katanya. Bank Jabar akan membangun satu UPS di Beji, sementara Universitas Gunadarma menyediakan lahan seluas 3.000 meter persegi untuk lahan UPS. Demikian pula Taspen menyiapkan UPS. Sekretaris Daerah Kota Depok Winwin Winantika mengatakan, pihaknya akan mengajukan dana ke APBD Kota Depok untuk penyediaan UPS. "Masih dihitung jumlahnya," katanya. Winwin mengatakan, hendaknya tidak melihat harganya yang ratusan juta rupiah, tetapi manfaatnya bagi masyarakat Kota Depok. Wakil Ketua DPRD Kota Depok Amri Yusra berharap rekan- rekan di DPRD Depok setuju memberi alokasi dana penyediaan UPS. "Kami dukung komitmen Wali Kota Depok menyelesaikan persoalan sampah langsung pada sumbernya. Konsep ini bagus dan semoga dapat terlaksana dengan baik," kata Amri. Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Walim Herwandi menjelaskan, 71 persen sampah di Kota Depok dihasilkan rumah tangga. Setiap hari jumlah sampah di Depok mencapai 3.000 meter kubik dan hanya 700 meter kubik yang dapat ditangani petugas kebersihan, dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung. Menurut Wali Kota Nur Mahmudi Ismail, selama ini masyarakat mengatasi sampah dengan cara menggali lubang, membuang sampah, dan menguburnya. "Tetapi akan menjadi persoalan besar jika volume sampah makin banyak. Warga sekitar akan terganggu. Bukan lagi sanitary landfill, tetapi open dumping," katanya. UPS menggunakan teknologi sederhana dari putra bangsa dan mampu menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah sekalipun. Satu UPS mempekerjakan 12 tenaga kerja inti. "UPS menghasilkan produk bernilai berupa sampah daur ulang (recycle), kompos, dan abunya," katanya. UPS di Kelurahan Tugu UPS di Kelurahan Tugu berdiri di tanah kas desa RW 019 seluas 30 x 12 meter. Uji coba penanganan sampah berteknologi tinggi yang dilakukan di Kelurahan Tugu ini disambut baik Ketua RW 019, Griya Tugu Asri, dr Aswin. "Awalnya ada kekhawatiran bakal bau, tetapi ternyata tidak terbukti," kata Aswin. Bahkan, keuntungannya sampah diambil setiap hari dan warga tidak membutuhkan tempat pembuangan sampah (TPS) lagi. Bahkan ada hasil sampingan, yaitu kompos, yang dapat digunakan untuk pupuk tanaman hias dan taman," ungkapnya. Di samping itu, teknik pengolahan sampah ini meningkatkan pendapatan petugas kebersihan, sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP). (KSP) Post Date : 15 Juni 2006 |