|
JAKARTA - Waduk Rawa Badung di wilayah antara RT 07/09 dan RT 13/08, Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur (Jaktim), telantar. Permukaan air waduk itu dipenuhi sampah, seperti plastik-plastik, dedaunan kering, botol-botol, kaleng-kaleng bekas, serta jenis sampah lainnya. Sampah-sampah itu berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar waduk seluas sekitar 2 hektare itu. Waduk itu sebenarnya penampungan air hujan. Namun, kenyataannya rumah-rumah di sekitarnya membuang air limbahnya ke waduk itu. Siti Makbullah (40), warga RT 13/08, Jatinegara, Cakung, ketika ditemui di rumahnya, Selasa (4/5) mengatakan, akibat tidak terurusnya waduk itu, kehidupan warga sekitar waduk tidak nyaman, terganggu bau busuk sampah-sampah dari waduk itu. "Mungkin sebagian sudah kebal dengan bau busuk sampah-sampah dari waduk, namun sebagian warga lagi termasuk kami sekeluarga tidak nyaman dengan bau busuk itu," kata perempuan, yang rumahnya sekitar 20 meter dari tepi waduk itu. Ibu empat anak itu menambahkan, sebagian besar warga di sekitar waduk sampai sekarang menjadikan waduk itu sebagai tempat sampah. "Hanya sebagian kecil saja warga yang tidak membuang sampah ke waduk ini," katanya. Nasrul Zaman (34), warga RT 13/08, Jatinegara, Cakung lainnya, menambahkan, di dalam tumpukan sampah sekitar waduk itu banyak ditemukan tikus. "Binatang itu sangat membahayakan. Karena binatang itu bisa menyebabkan dan menyebarkan penyakit tifus dan penyakit leptospirosis," kata karyawan di sebuah perusahaan swasta di Kawasan Industri Pulogadung itu. Haji Kuhar alias Kuntong (86), warga RT 13/08, Jatinegara, yang rumahnya sekitar 20 meter dari tepi waduk, mengatakan, lahan waduk itu sebelumnya tanah miliknya, yang berupa sawah. Pada 1990, sawahnya itu dibeli PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) untuk diuruk dan di tempat itu dibangun gedung-gedung untuk perusahaan. Namun, pada 1999, Pemerintah Provinsi DKI melalui Pemerintah Kota (Pemkot) Jaktim, membeli lahan itu dari PT JIEP, dan selanjutnya pemerintah membangun waduk itu. Waduk itu dibuat untuk menampung air hujan, sehingga warga sekitar tidak kekurangan air tanah. Selain itu, waduk itu bermanfaat untuk mencegah banjir. Sebab, ketika hujan datang, air hujan dapat ditampung di waduk itu. Nasrul menambahkan, tujuan pemerintah membangun waduk memang sangat baik. Namun, kalau waduknya tidak pernah diurus, tidak ada gunanya. Malah membuat masyarakat sengsara dengan keberadaan waduk yang menjadi sumber bau busuk itu. Ia menambahkan, pemerintah seperti lurah, camat, dan juga wali kota sebaiknya terus berpatroli dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar senantiasa menjaga waduk itu. "Bila perlu pemerintah mendirikan posko di sini dan di posko ada petugas khusus yang digaji pemerintah untuk menjaga dan membersihkan waduk," kata bapak dua anak itu. Siti malah mengusulkan agar pemerintah memagar waduk itu. Selain untuk mencegah masyarakat membuang sampah di waduk, juga menjaga jangan sampai anak kecil main di waduk. Sejak waduk itu ada, sudah dua anak kecil tenggelam di waduk itu. Musibah terakhir menimpa Zainal Abidin (4), yang tenggelam pada tahun 2000. Waduk lain yang sejak lama telantar, adalah waduk di Kampung Jembatan, masing-masing di RT 09/06 dan di RT 08/06, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, (Jaktim). Waduk di RT 09/06 berukuran sekitar 40 x 60 meter, dan Waduk di RT 08/06 berukuran sekitar 80 x 100 meter. Permukaan air dua waduk itu juga dipenuhi sampah. Air dua waduk itu berasal dari Kali Cipinang. Padahal, dalam beberapa kesempatan, Wali Kota Jaktim, Koesnan Abdul Halim mengatakan, akan berkoordinasi dengan suku dinas (sudin) terkait, seperti Sudin Kebersihan dan Sudin Pertamanan untuk membersihkan dan menata kembali sekitar 20 waduk di wilayah Jaktim. Koesnan mengatakan, waduk-waduk akan ditebari bibit ikan, terutama ikan cupang yang memangsa jentik-jentik nyamuk demam berdarah dengue (DBD). Tetapi, pernyataan Koesnan itu sampai sekarang belum terealisasi. (E-8) Post Date : 04 Mei 2004 |