|
Masalah banjir di Kota Semarang seolah tiada habisnya. Sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda hingga detik ini, masalah itu selalu muncul. Jika pada masa lampau Belanda membangun Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur, kini pemerintah Indonesia berencana membangun Waduk Jatibarang. Disetujuinya rencana pembangunan Waduk Jatibarang melalui proses panjang. Terjadinya banjir bandang di Kaligarang dan sungai lain bulan Januari 1990 menyebabkan Kota Semarang porak poranda. Banjir bandang ini menewaskan 47 orang, merobohkan 25 rumah, dan mengakibatkan 126 rumah dan 15 bangunan fasilitas umum rusak. Sekitar 145 hektar daerah permukiman tergenang dengan ketinggian dua meter selama lebih dari tiga jam. Melihat keadaan ini, Pemerintah Kota Semarang dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengusulkan pada pemerintah pusat untuk melakukan tindakan pengendalian banjir besar. Pemerintah pusat mengajukan usulan bantuan teknis ke negara donor. Tahun 1992-1993, Japan International Cooperation Agency (JICA) melakukan studi rencana induk dan studi kelayakan terhadap pengembangan sumber air dan perbaikan drainase daerah permukiman di Kota Semarang dan sekitarnya. Tahun 1996 pemerintah mengajukan usulan agar JICA melakukan studi lanjutan. Itu dipenuhi dengan dibuatnya perencanaan detail pengendalian banjir, drainase daerah permukiman, dan pengembangan sumber air di Kota Semarang. Bulan Juni hingga September 2005, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) selaku pemberi pinjaman melakukan kajian terhadap proyek yang akan dilaksanakan itu. Proyek penanganan banjir kali ini memang terasa tak setengah- setengah. Aliran air mulai dari hulu hingga hilir ditangani. Di bagian atas, direncanakan Waduk Jatibarang yang luas areal genangannya mencapai 189,93 hektar. Waduk Jatibarang terletak di empat kelurahan, yaitu Kelurahan Kandri dan Jatirejo di Kecamatan Gunungpati, serta Kelurahan Kedungpane dan Jatibarang di Kecamatan Mijen. Volume genangan total mencapai 20,4 juta meter kubik dengan debit air buangan maksimum 1.600 meter kubik per detik. Pemimpin Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Jratun-Seluna Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Bambang Sigit, Kamis (6/4) di Semarang, menyatakan, waduk ini memiliki fungsi utama sebagai pengendali banjir, penyedia air baku bagi PDAM Kota Semarang, dan pembangkit listrik. "Air baku yang bisa dihasilkan dari waduk ini mencapai 2.400 liter per detik. Sedang kapasitas produksi PDAM Kota Semarang saat ini 580 liter per detik, sehingga memberi tambahan 1.820 liter per detik," paparnya. Ketersediaan air baku menjadi penting agar pengambilan air tanah di Kota Semarang, terutama di bagian bawah kian berkurang. Pengambilan air tanah secara terus menerus menyebabkan laju penurunan tanah jadi tinggi dan meningkatkan intrusi air laut. Sedang bagian hilir, mulai dari Kaligarang, Banjir Kanal Barat, Kali Asin, dan Kali Semarang seluruhnya diperbaiki. Lebar aliran Kaligarang dan Banjir Kanal Barat dinormalisasi dan bantaran sungai dibebaskan. Pengerukan dan pelebaran dasar Kaligarang dan Banjir Kanal Barat dilakukan sepanjang 9,8 kilometer, mulai dari pertemuan Kali Kreo dan Kaligarang hingga muara. "Pemerintah Jepang menyetujui peminjaman dana sebesar 16,3 miliar yen pada akhir Maret lalu. Pembangunan fisiknya dimulai akhir 2008 dan dijadwalkan selesai tahun 2012," tuturnya. Pinjaman diberikan secara bertahap hingga 2012. Tahun ini Pemerintah Jepang meminjamkan 29 juta yen untuk uang muka. (l andreas sarwono) Post Date : 07 April 2006 |