|
Meulaboh, Kompas - Satu bulan setelah bencana tsunami, warga Meulaboh, Aceh Barat, menghadapi ancaman wabah diare terutama di pengungsian. Saat ini penderita diare yang datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Din, Meulaboh, terus bertambah. Anggota Tim Dokter Brigade Siaga RS Dr Sardjito-UGM Yogyakarta di RSUD Cut Nyak Din, dr Nurcholid Umam K, Selasa (1/2), mengatakan, wabah diare biasanya muncul satu bulan setelah bencana. Karena itu, diperkirakan pekan ini wabah diare merebak. Namun, wabah itu bisa merebak lebih cepat jika sanitasi di lokasi pengungsian bertambah buruk. Jika satu orang terkena diare, pengungsi lain sangat mudah tertular, terutama anak-anak. Gejala mulai munculnya wabah diare mulai terlihat tiga hari belakangan ini. Nurcholid mengungkapkan, tiga hari lalu jumlah pasien diare yang datang ke RSUD Cut Nyak Din berjumlah lima orang, sedangkan hari Senin lalu pasien diare berjumlah tujuh orang. Nurcholid mengatakan, pasien diare yang datang ke RSUD Cut Nyak Din umumnya sudah mengalami dehidrasi sehingga langsung diinfus dan dirawat. Penderita diare juga mulai ditemukan di pengungsian Alue Penyareng, Kecamatan Meureubo. Mie Niaki, paramedis dari Palang Merah Jepang, di Alue Penyareng menemukan beberapa anak terkena diare. RSUD Cut Nyak Din juga menemukan dua anak yang menderita kekurangan gizi (marasmus kwashiorkor) dan kekurangan protein berat (hongeroedem). Kekurangan gizi berat sulit ditangani dalam waktu singkat. Kekurangan gizi berat itu mengakibatkan pertumbuhan fisik dan inteligensia penderita terganggu. Nurcholid menduga banyak anak-anak yang menderita kekurangan gizi berat dan protein di pengungsian. Oleh karena itu, dia mengimbau pemerintah agar jangan hanya memberikan bantuan makanan berupa beras dan mi, tetapi juga daging, dendeng, atau abon yang kandungan proteinnya tinggi. (BSW) Post Date : 02 Februari 2005 |