|
Ambon, Kompas - Sejumlah anak berumur di bawah lima tahun di Pulau Ambalau, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, dilaporkan meninggal akibat terserang wabah diare. Hingga saat ini masih belum terdapat kejelasan mengenai jumlah korban, penyebab wabah, dan kondisi para pasien lainnya. Tidak adanya tenaga dokter di pulau itu mengakibatkan banyak penderita diare yang tidak tertolong. Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Fenno Tahalele, Selasa (29/3) di Ambon, mengatakan, sesuai informasi dari Dinas Kesehatan Buru dan Pemerintah Daerah Kabupaten Buru, jumlah resmi korban tewas akibat wabah diare yang melanda Pulau Ambalau mencapai lima orang. Seluruh korban adalah anak berumur di bawah lima tahun. Jumlah korban versi Dinas Kesehatan itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah korban yang disampaikan Camat Ambalau Ruslan Makatita kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Buru Djuhana Soedradjat. Selama sebulan terakhir ini tercatat 23 balita meninggal akibat wabah diare yang melanda lima desa di Kecamatan Pulau Ambalau. Data itu belum mencakup korban dari dua desa lain yang hingga saat ini belum ada laporan. Namun, Makatita mengakui, tujuh desa yang ada di Pulau Ambalau semuanya terserang diare. "Laporan resmi jumlah korban diare dari Sekretaris Daerah Buru hanya lima orang," kata Tahalele. Jumlah korban itu belum diketahui dari kapan dan bagaimana meninggalnya. Mengenai laporan Camat Ambalau, menurut Tahalele, data tersebut berasal dari laporan masyarakat awam yang sulit dipertanggungjawabkan secara medis. Kurang dokter Untuk menangani wabah tersebut, lanjut Fenno, Pemerintah Kabupaten Buru telah mengirim bantuan peralatan dan empat orang perawat ke pulau terpencil yang terletak di sebelah tenggara Pulau Buru tersebut. Tim itu bertugas menangani para korban diare sekaligus meneliti penyebab berkembangnya wabah tersebut. Pengiriman empat perawat untuk menangani wabah diare di Pulau Ambalau terpaksa dilakukan karena di kabupaten itu hanya ada tiga dokter. Ketiga dokter tersebut bertugas di Rumah Sakit Umum Namlea dan Dinas Kesehatan Kabupaten Buru. Karena itu, sangat tidak mungkin untuk mengirimkan tenaga dokter yang terbatas di ibu kota kabupaten ke lokasi bencana. "Kabupeten Buru sangat kekurangan tenaga dokter," tegas Tahalele. Di Ulima yang menjadi ibu kota Kecamatan Ambalau sebenarnya terdapat sebuah puskesmas. Namun, di puskesmas itu hanya dilayani oleh dua perawat dan tidak ada tenaga dokter. Hingga Selasa siang belum ada laporan mengenai hasil tim paramedis yang dikirim ke Pulau Ambalau sejak akhir minggu lalu. Karena itu, jumlah pasti korban diare dan penyebabnya belum dapat diketahui, menunggu kembalinya tim ke ibu kota Kabupaten Buru. Jangka waktu keberadaan tim itu tidak dapat dipastikan karena tergantung besar kecilnya kasus yang melanda pulau tersebut. "Sulitnya komunikasi ke Ambalau membuat hubungan dengan tim tidak dapat dilakukan," kata Tahalele. (MZW) Post Date : 30 Maret 2005 |