|
[KUPANG] Wabah diare yang melanda beberapa wilayah di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terus meluas. Korban jiwa akibat wabah tersebut di daerah ini selama musim kemarau telah mencapai 28 orang. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, dr Markus Ng Righuta kepada Pembaruan per telepon jarak jauh dari SoE, Kamis (12/10) pagi mengatakan, dari 28 korban terbaru meninggal itu termasuk dua bayi di bawah lima tahun (balita) asal Desa Hoebeti, Kecamatan Kot Olin dan satu balita lainnya dari Desa Saenam, Kecamatan Nunkolo. Disebutkan, dari pendataan tim medis yang sedang bertugas di lapangan, dilaporkan wabah diare telah meluas di empat kecamatan, yakni Kecamatan Nunkolo, Kolbano, Boking dan Kot Olin. Dilaporkan pula, tiga korban diare asal Desa Hoebeti, masing-masing Rido Liufeto (8 bulan) dan Tarto Tefa (10 bulan) dan Mika Tefa (8 bulan) asal Desa Saenam bernama Mika Tefa (8 bulan) meninggal, karena terlambat dibawa orangtuanya ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis. Menurut Markus, lokasi dua desa terakhir yang dilanda wabah diare sangat terpencil dan mengalami krisis air bersih. Dengan demikian, persoalan air bersih masih menjadi penyebab utama terjadinya diare di berbagai wilayah di TTS sehingga perlu adanya perhatian serius antarinstansi untuk membantu warga desa yang mengalami krisis air bersih. Dikhawatirkan, wabah diare yang menyerang di empat kecamatan itu berpotensi meluas ke seluruh kecamatan yang ada bila musim hujan tidak kunjung tiba. Sebab, meluasnya serangan wabah diare dikarenakan virus dan sulitnya mendapatkan air bersih. Secara klinis, virus penyebab diare itu akan mati bila musim penghujan tiba. Bandung Sedangkan dari Bandung, Jawa Barat juga dilaporkan Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat semenjak Januari 2006 hingga Rabu (11/10) malam, ada 1.268 kasus diare dan mengakibatkan 14 orang meninggal. Kasus diare terakhir terpantau di Kabupaten Bandung dalam dua hari terakhir, yakni 116 orang yang harus dilarikan ke RSUD Soreang, karena serangan penyakit ini. Penyakit tersebut menyerang 13 kecamatan di Kabupaten Bandung sejak Selasa (10/10). Hingga Rabu sore, 63 pasien masih menjalani perawatan di RSUD Soreang. Demikian Kepala Dinas Kesehatan Jabar, Yudi Prayudha, kepada wartawan di Bandung, Rabu. Dijelaskan, selain di Kabupaten Bandung, wabah diare juga terpantau di tiga kabupaten, Garut, Kota Bandung, dan Sukabumi semenjak akhir September lalu. "Wabah diare ini disebabkan musim kemarau yang panjang, yang membuat ketersediaan air bersih sangat terbatas. Untuk mencegah meluasnya wabah ini, kami udah minta para kepala daerah segera memasok air bersih ke daerah yang terserang," paparnya Serangan diare terparah terjadi di Kabupaten Garut, yang menyerang 477 warga dan lima di antaranya meninggal. Sedangkan, di Sukabumi ditemukan 48 kasus namun tidak ada korban jiwa. Serangan wabah diare pada 2006 ini lebih parah dibanding wabah-wabah pada tahun-tahun sebelumnya. Sementara di Sukabumi, diare menyerang kecamatan Cibadak. Korban jatuh akibat serangan wabah ini mencapai 48 orang, namun tidak ada korban meninggal dunia. Virus Kolera Selain itu, penyebab diare di Garut berbeda dibandingkan di Kabupaten Bandung. Di Garut penyebabnya adalah virus kolera. Sementara di Kabupaten Bandung penyebabnya disentri biasa. Berubahnya pola makan selama puasa dikatakan oleh Yudi dapat menjadi pemicu terjadinya diare. Kendati diare merebak, namun Gubernur Jabar, Danny Setiawan, belum menyatakan kejadian luar biasa (KLB) diare di Jabar. Alasannya kasus diare terjadi masih sebatas parsial. "KLB itu kalau 50 persen lebih wilayah kabupaten atau kota dilanda diare,'' ujar Yudi mengutip per-nyataan Gubernur Jabar. [120/153] Post Date : 12 Oktober 2006 |