|
[JAKARTA] Pemerintah dan DPR dinilai telah lalai dan teledor, karena tidak memasukkan unsur sanksi atau denda bagi perusahaan yang tidak menarik kemasan produk yang tidak bisa diurai oleh alam sesuai dengan isi pasal 15 Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah. UU tersebut sangat lemah dan hanya akan menjadi macan kertas, sehingga tujuannya tidak tercapai. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Slamet Daroyini, di Jakarta, pekan lalu, mengatakan, dengan tidak adanya sanksi atau denda mengenai pelanggaran pasal 15 tersebut, perusahaan yang melanggar tidak akan mematuhi dengan baik. Menurutnya, alasan pemerintah yang akan memasukkan persoalan pasal 15 ini ke dalam peraturan pemerintah (PP), tidak relevan karena jika diatur dalam PP sanksi yang dikenakan hanya sebatas administratif bukan tindak pidana. "Kita sangat sesalkan itu. Kami minta UU ini dikaji ulang," katanya. Sebelumnya diberitakan, semua industri yang menggunakan bahan baku yang sulit terurai untuk kemasan produknya harus menarik dan mengelola kemasan tersebut setelah digunakan masyarakat. Tidak Memaksa Kewajiban industri itu dituangkan secara tegas dalam Pasal 15 Undang-Undang Pengelolaan Sampah (UU Sampah) yang disetujui DPR, Rabu (9/4). Pasal tersebut lengkapnya berbunyi "Produsen wajib mengelola kemasan dari barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam." Slamet berpendapat, pemerintah tidak bisa memaksa masyarakat untuk mengolah sendiri sampah yang dihasilkan, tetapi seharusnya pemerintah menekan kalangan industri atau perusahaan yang memproduksi kemasan-kemasan yang susah terurai oleh alam. [E-7] Post Date : 14 April 2008 |