|
Palembang, Kompas - Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia akan memperjuangkan konversi utang Perusahaan Daerah Air Minum di semua pemerintah kota, dari utang menjadi penyertaan modal pemerintah pusat. Konversi diperlukan agar keuntungan PDAM dapat dipakai untuk meningkatkan kualitas pelayanan, bukan hanya membayar utang. Itu dikatakan Direktur Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Sarimun Hadisaputra, Rabu (16/3), di sela-sela pembukaan Rapat Teknis Apeksi untuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Sekretaris Daerah, di Palembang. Utang PDAM yang relatif besar dinilai telah membelenggu badan usaha milik daerah (BUMD) itu dan sudah dikeluhkan banyak pemerintah kota (pemkot). Menurut Sarimun, utang PDAM yang miliaran rupiah adalah warisan masa lalu yang sangat menghambat perluasan jangkauan pelayanan. Keuntungan PDAM yang tidak terlalu besar hampir habis tersedot untuk membayar utang. Akibatnya, hampir semua PDAM di berbagai kota belum dapat melayani 60 persen penduduk. Padahal, Indonesia sudah menandatangani perjanjian Millennium Development Global di Johannesburg, Afrika Selatan, untuk menyediakan air bersih bagi 80 persen penduduk pada tahun 2015. Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra menambahkan, utang PDAM Tirta Musi Palembang kepada pemerintah pusat membengkak dari Rp 190,79 miliar (tahun 1974) menjadi Rp 288,31 miliar (2005). Jumlah ini jauh lebih besar daripada utang Pemkot Palembang kepada pemerintah pusat yang mencapai Rp 58,2 miliar. Menurut dia, besarnya utang disebabkan oleh bunga yang sangat tinggi, yaitu 9-11,5 persen per tahun. Ini lebih besar daripada bunga utang luar negeri yang 1-2,5 persen per tahun. Ia menambahkan, PDAM Tirta Musi belum bisa menaikkan harga karena akan membebani masyarakat. Menurut Santana, selain mengonversi utang, pemerintah pusat juga perlu menghapuskan bunga utang dan biaya-biaya serta denda administrasi agar BUMD itu dapat menjadi perusahaan yang sehat.(ECA) Post Date : 17 Maret 2005 |