Utang PAM Jaya Naik

Sumber:Kompas - 11 Agustus 2010
Kategori:Air Minum

Jakarta, Kompas - Utang PAM Jaya selama tiga tahun terakhir kepada kedua mitra swastanya membengkak dari Rp 480 miliar menjadi Rp 552 miliar. Utang yang semakin besar itu berpotensi membebani APBD DKI dan dapat membuat layanan air bersih bagi warga memburuk.

Direktur Utama PAM Jaya Maurits Napitupulu, Selasa (10/8) di Jakarta Pusat, mengatakan, selama tiga tahun terakhir harga air baku, bahan kimia, tarif listrik, dan komponen biaya pengolahan air bersih lainnya terus naik. Kenaikan ini membuat total biaya produksi air bersih semakin mahal.

Di sisi lain, tarif air bersih selama tiga tahun tidak naik sehingga mulai terjadi ketidakseimbangan antara pemasukan dan imbal air yang harus dibayar PAM Jaya kepada kedua mitra swastanya, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Hal ini yang menyebabkan utang PAM Jaya membengkak. Kondisi itu diperparah dengan struktur pelanggan PAM Jaya yang 80 persen di antaranya adalah pelanggan kecil yang menerima subsidi dan 20 persen sisanya pelanggan besar yang memberi subsidi.

Dalam sistem tarif PAM Jaya, tidak ada subsidi dari pemerintah, tetapi ada sistem subsidi silang antara pelanggan besar dan pelanggan kecil. Semua beban biaya layanan air bersih, dari produksi sampai distribusi, ditanggung oleh pelanggan atau dikenal dengan sistem full cost recovery.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo mengatakan, kenaikan biaya yang tidak disertai dengan penyesuaian tarif akan mengganggu investasi dan operasional dari kedua mitra swasta PAM Jaya. Padahal, investasi dalam jaringan pipa sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan air bersih.

”Jika tidak mau menaikkan, Pemprov DKI harus menjadwal utang PAM Jaya ke Departemen Keuangan, menalangi utang PAM Jaya ke swasta, atau mengubah kelas tarif dari tujuh kelompok menjadi empat kelompok. Empat kelompok tarif itu mengikuti peraturan Menteri Dalam Negeri 23/2006 yang mendesain agar pelanggan penerima subsidi sama besar dengan pemberi subsidi,” kata Agus.

Wakil Direktur Utama PT Palyja Herawati Prasetyo mengatakan, pihaknya tidak dapat mencapai target investasi jaringan baru yang mencapai sekitar Rp 200 miliar karena tidak memadainya pembayaran imbal air dari PAM Jaya. Pada 2010, Palyja hanya dapat mengalokasikan Rp 100 miliar untuk investasi jaringan pipa baru dan rehabilitasi jaringan pipa lama yang rusak.

Menurut Direktur Utama PT Aetra Syahril Japarin, pihaknya belum meminta kenaikan tarif karena masih dapat melakukan efisiensi. Tahun 2010 ini, Aetra mengalokasikan Rp 300 miliar untuk investasi pergantian pipa lama dan penambahan jaringan pipa baru. (ECA)



Post Date : 11 Agustus 2010