|
Jakarta, Kompas - Utang Perusahaan Air Minum Jakarta (PAM Jaya) sebesar Rp 2,6 triliun selama ini ditanggung oleh pelanggan air. Utang sebesar itu muncul setelah ada kerja sama operasional atau KSO dengan dua mitra asing, Thames PAM Jaya (TPJ) dan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Karena PAM Jaya terus merugi dan kerugian itu terus dibebankan ke masyarakat, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan warga meminta agar perjanjian kerja sama itu dibatalkan. Persoalan itu disampaikan ke Komisi D DPRD DKI, Jumat (24/6). Beberapa LSM yang meminta perjanjian itu dibatalkan adalah Komunitas Pelanggan Air Minum Jakarta (Komparta), Masyarakat Air Minum Indonesia (MAMI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Kelompok Pelanggan Air Minum dari lima wilayah DKI. Dalam pertemuan itu terungkap bahwa sumber masalah dalam pengelolaan air minum di Jakarta adalah sistem water charging (imbalan). Berdasarkan isi perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dengan TPJ dan Palyja tahun 1997, ditetapkan imbalan sebesar Rp 1.788/m3 air yang harus dibayarkan kepada Palyja. Sementara kepada TPJ imbalannya sebesar Rp 1.993/m3. Dengan sistem ini, TPJ dan Palyja tidak pernah rugi. Belum apa-apa mereka sudah untung, kata Poltak Situmorang, Ketua MAMI. Dalam perjanjian juga diatur soal rumusan menaikkan imbalan setiap enam bulan. Menurut Poltak, selama tujuh tahun perjanjian kerja sama itu, PAM Jaya telah punya utang kepada TPJ dan Palyja sebesar Rp 905,687 miliar. Meskipun tarif air dinaikkan empat kali, jumlahnya tetap lebih kecil dari imbalan yang harus dibayarkan oleh PAM Jaya ke TPJ dan Palyja. Selain soal imbalan, yang tidak lazim dalam KSO adalah tidak adanya perjanjian tentang dana/modal yang harus diinvestasikan oleh swasta pada awal kerja sama. Poltak mengungkapkan, kedua mitra swasta itu tidak menanamkan investasi apa pun. Pada awal perjanjian seluruh aset yang dimiliki oleh PAM Jaya senilai Rp 2,8 triliun diserahkan ke swasta. Selama KSO, tarif rata-rata air telah naik empat kali dari Rp 1.444/m3 pada tahun 1998 menjadi Rp 5.200/m3 pada tahun 2005. Hal itu terjadi karena DPRD telah setuju kenaikan tarif otomatis setiap enam bulan sekali. Bulan Juli nanti tarif air di Jakarta akan naik lagi. Ketua Komparta Achmad Djiddan Safwan mengatakan, KSO pemerintah daerah dan PAM Jaya harus terbuka kepada publik, berapa aset awal sebelum ada KSO. Palyja dan TPJ juga harus memublikasikan nilai investasi dan wujud investasi yang telah ditanamkan. Selama KSO, kapasitas produksi menurun dari 18.000 l/dt menjadi 11.000 l/dt sehingga pasokan air ke pelanggan tak cukup. (IND) Post Date : 25 Juni 2005 |