Utang PAM Ditelusuri

Sumber:Kompas - 06 Maret 2006
Kategori:Air Minum
Jakarta, Kompas - DPRD DKI Jakarta mengalokasikan dana Rp 4,5 miliar saat merevisi APBD 2006 untuk biaya lembaga audit independen. Uang tersebut akan digunakan untuk menelusuri beban utang Perusahaan Air Minum DKI yang semula sekitar Rp 700 miliar kini membengkak menjadi Rp 1,7 triliun.

Selama ini DPRD tidak pernah tahu perhitungan awal beban utang Rp 700 miliar yang kini membengkak akibat beban denda, bunga, dan pajak hingga mencapai Rp 1,7 triliun. Sampai kapan pun, dengan kondisi finansial Perusahaan Air Minum DKI seperti sekarang tidak akan pernah sanggup membayar utang tersebut. Bahkan, dikhawatirkan akan terus membengkak, kata Wakil Ketua DPRD DKI Maringan Pangaribuan, Minggu (5/3).

Sumber utang pun, lanjutnya, hingga sekarang belum jelas. Selain menelusuri hal itu, DPRD juga tengah mengusulkan agar pemerintah pusat menghapuskan beban pembayaran denda, bunga, dan pajak yang mencapai Rp 1 triliun, jauh melampaui beban utang pokok Rp 700 miliar.

Pengalokasian Rp 4,5 miliar untuk penelusuran beban utang PAM DKI akan ditetapkan pada Sidang Paripurna DPRD hari Senin ini. Penelusuran beban utang ini sebenarnya rekomendasi DPRD periode sebelumnya (1999-2004), kata Maringan.

upsi

Secara terpisah, anggota Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI, Riant Nugroho, mengatakan, awalnya ada kebijakan hibah dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) sebelum tahun 1980-an untuk pengembangan PAM DKI, seperti pembangunan sarana penjernihan air.

Pengembangan infrastruktur PAM DKI terus berlanjut. Namun setelah tahun 1980 bantuan dari Bank Dunia dan IMF tidak lagi hibah, melainkan pinjaman, kata Riant.

Penggunaan dana Bank Dunia dan IMF terakumulasi menjadi pinjaman sebesar Rp 700 miliar oleh badan usaha milik daerah PAM DKI.

Beban utang selanjutnya tertuju kepada pemerintah pusat sebagai pihak yang menerima dan menyalurkan pinjaman dari Bank Dunia/IMF.

Rencana penelusuran sumber utang itu berpotensi mengungkap tindakan korupsi dana pinjaman tersebut. Akan tetapi, Riant berpendapat banyak kendala yang dihadapi, di antaranya penyaluran dana sudah lebih dari 20 tahun.

Selain itu, penyalurannya melalui beberapa pintu, antara lain Departemen Keuangan, Bappenas, Departemen Dalam Negeri, maupun Pemerintah Provinsi DKI sendiri. (NAW)

Post Date : 06 Maret 2006