|
Jakarta, Kompas - Pengembangan sistem peringatan dini hendaknya lebih mengedepankan kearifan lokal agar dampak bencana banjir pada masa mendatang dapat ditekan. Hal ini mengingat bencana alam seperti banjir bandang cenderung terjadi tiba-tiba dan dalam durasi yang pendek, sehingga sering kali mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar. Selain itu peringatan dini harus didukung sistem informasi dan komunikasi yang mampu mendiseminasikan informasi secara langsung ke masyarakat di kawasan rawan bencana. Hal ini disampaikan Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman dalam sambutan tertulisnya pada seminar Bencana Banjir Bandang dan Solusinya, di Jakarta, Selasa (21/3). Tindakan lokal, menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Eddy A Djajadiredja, merupakan cara yang tepat dalam menghadapi banjir bandang yang terjadi secara mendadak. Konsep keamanan atau perlindungan masyarakat terhadap bencana dapat berfungsi secara efektif melalui keterpaduan antara upaya teknis atau peran teknologi dan nonteknis atau peran kearifan lokal, ujar Eddy yang juga Ketua Masyarakat Hidrologi Indonesia. Dihubungi secara terpisah Wisnu Widjaja dari Bakornas PBP sependapat tentang perlunya penggunaan dan penyebarluasan kearifan lokal dalam penanganan bencana. Ia mengambil contoh kejadian banjir bandang di Jember dapat menekan jumlah korban karena penggunaan kentongan sebagai produk kearifan lokal dalam peringatan dini bencana. Selain itu, lanjut Eddy, teknologi yang sesuai sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan konsep keamanan atau pelindungan masyarakat, seperti penyediaan sistem peringatan dini yang dikombinasikan dengan perangkat lunak yang menggabungkan model sistem informasi geografis, hidrologi, dan model elevasi digital. Konsep keamanan itu mencakup tindakan darurat, perancangan tepat guna, dan aspek pemantauan. Integrasi dan sinergi Penanggulangan bencana termasuk banjir bandang, lanjut Kusmayanto, saat ini ditangani oleh berbagai instansi dengan kompetensinya masing-masing, seperti BMG yang menyediakan data cuaca, Lapan menyediakan citra satelit tentang kondisi lahan, Bakosurtanal dengan peta dasar dan topografinya, BPPT mengembangkan model hidrologi dan teknologi modifikasi cuaca, Departemen PU mengidentifikasi daerah potensi banjir, Departemen ESDM memiliki informasi tentang kondisi geologi daerah hulu, dan Dephut yang memberikan informasi daerah lahan kritis. Karena itu untuk mengembangkan sistem peringatan dini bencana alam yang andal dan bermanfaat bagi masyarakat luar, menurut Kusmayanto, potensi-potensi itu harus diintegrasikan dan disinergikan secara nasional. 1.000 ikan patin Di Bogor, Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (Himasper) Institut Pertanian Bogor merayakan Hari Air Sedunia ke-14, 22 Maret kemarin, dengan menebarkan 1.000 benih ikan patin di danau IPB, di Kampus Darmaga, Kabupaten Bogor. Selain itu mahasiswa juga membersihkan sampah yang tersebar di dalam danau, menggunakan perahu kecil. Di sela aksi itu, Ketua Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan (MSDP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, Dr Ir Sulistiono, menyampaikan pesan pentingnya memelihara air, terutama yang berada di danau-danau yang tersebar di seluruh Indonesia. Ia memaparkan, ada tiga s yang perlu dilakukan dalam memelihara air, yaitu stop penebangan hutan di hulu, stop mencemari perairan, dan stop pemakaian air yang berlebihan. (Yun/Pun) Post Date : 23 Maret 2006 |