|
Nusa Dua, Kompas - Usul sejumlah negara berkembang tentang skema mekanisme pembangunan bersih yang cenderung mengarah pada perdagangan karbon terancam dimentahkan. Hal ini disebabkan perdagangan karbon dinilai tidak akan menyelesaikan masalah pemanasan global. Mentahnya usul ini terkait erat dengan karakteristik gas karbon dioksida (CO2 ) yang selama ini dijadikan acuan untuk emisi gas rumah kaca. Demikian antara lain diutarakan anggota delegasi Indonesia, Prof Dr Mezak A Ratag, yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi dan Geofisika, serta Jutta Kill dari The Forest and European Union Resource Network (FERN) kepada Kompas di sela-sela kegiatan Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang berlangsung 3-14 Desember ini di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali. Menurut Mezak, Rabu (5/12), jika penyerapan dilakukan di wilayah yang emisinya rendahdi negara berkembang misalnya proses penyerapan emisi dari negara maju yang emisinya tinggi tidak otomatis berlangsung. "Kalau kita melakukan penyerapan sekarang di Indonesia, misalnya, maka yang diserap adalah emisi dari negara-negara maju di Utara pada beberapa tahun lalu. Mengingat usia CO2 di atmosfer yang bisa mencapai sekitar 150 tahunan, bisa jadi yang kita serap itu adalah emisi pada 40 tahun atau 50 tahun lalu," ujar Mezak A Ratag. Asumsi yang sekarang dianut, yang menurut Mezak menyesatkan, adalah, "Selama ini asumsinya, emisi karbon itu bersifat merata dan instan. Padahal, penyebarannya jelas tidak merata karena dia tidak instan, tidak otomatis langsung terdispersi (tersebar)." Mezak menjelaskan, gas CO2 memiliki berat jenis yang lebih berat daripada gas oksigen (O2) sehingga dia akan berada di lapisan bawah troposfer (rata-rata troposfer bisa mencapai ketinggian sekitar 17 kilometer). Karena berat, penyebarannya secara lateral (menyamping ke wilayah sekitarnya) menjadi lebih lambat dan bergantung pada sirkulasi udara-angin. Karbon bergerak Jutta Kill dari FERN mengatakan, karbon bergerak di antara hutan, atmosfer, dan laut dalam ritme alami yang sangat kompleks berbasis hari, tahun, dan musim. Seluruh jumlah dari karbon yang disimpan secara bersama-sama itu sangat jarang meningkat di alam. Secara terpisah, Masnellyarti Hilman, Wakil Ketua Delegasi Indonesia, Rabu, menjelaskan, usul dari negara-negara sedang berkembang mengenai penyederhanaan prosedur guna mendapatkan dana untuk mekanisme pembangunan bersih atau CDM masih terus dibahas. "Kami juga meminta program- program peningkatan kapasitas segera dilakukan karena salah satu masalah bagi kita untuk menjual proyek-proyek CDM adalah mahalnya biaya untuk mengurusnya. Ini disebabkan ada beberapa tahap, di mana kita harus menggunakan konsultan asing yang biayanya tentu saja tidak murah," ujar Masnelyarti. Sekretaris Eksekutif UNFCCC Yvo de Boer mengakui, dana adaptasi yang ditampung pada -daptation Fund yang bersumber dari penjualan proyek-proyek CDM jumlahnya memang masih sangat kecil, yaitu baru 36 juta dollar AS. (ISW/MH/OKI) Post Date : 06 Desember 2007 |