|
Kuningan, Bandung - Belasan waduk di Pulau Jawa dikhawatirkan mulai mengalami pendangkalan (sedimentasi). Bahkan beberapa di antaranya, seperti waduk di Jawa Barat, diperkirakan hanya bisa bertahan 20 tahun lagi. Menurut Menteri Kehutanan MS Kaban di Kuningan, Kamis (14/7), hingga kini pembangunan waduk hanya diprioritaskan dengan angan-angan untuk meningkatkan produksi, tetapi melupakan fungsi kelestariannya. Ia berharap agar pembangunan Waduk Jatigede yang akan mengairi wilayah Majalengka jangan sampai mengulang kerusakan yang menimpa waduk-waduk sebelumnya. Alhasil bukannya memberikan kepentingan kepada masyarakat, tapi malah memberikan kerugian bagi masyarakat sekitarnya. Saya khawatir kalau aspek kelestarian lingkungan dalam pembangunan Waduk Jatigede tidak diperhatikan malah akan membawa kemiskinan, bukan keuntungan bagi masyarakat yang dialiri waduk tersebut, katanya. Beberapa waduk bermasalah di Jawa Barat antara lain Waduk Saguling, Waduk Jatiluhur, Waduk Cirata, dan Waduk Darma. Faktor yang memengaruhi antara lain sampah, lumpur dari sungai, limbah eceng gondok yang mengendap di dasar waduk, bahkan endapan pupuk ternak ikan yang sengaja ditanam penduduk sekitarnya di waduk. Sebagai contoh, menurut data Departemen Pekerjaan Umum, sejak tahun 1983 hingga kini volume sedimentasi Waduk Saguling mencapai 55 juta meter kubik dan sebagian besar merupakan lumpur. Pendangkalan semakin diperparah akibat endapan eceng gondok yang tumbuh di sekitar waduk. Dalam Deklarasi Taman Nasional Gunung Ciremai di Kuningan kemarin, Menhut MS Kaban mengingatkan saatnya masyarakat dijadikan obyek dalam pembangunan konservasi alam. Ia menunjukkan beberapa contoh akibat jika masyarakat tidak diikutsertakan, seperti pembalakan liar dan sedimentasi tanah yang menyebabkan kerusakan air tanah. Akibat tidak diikutsertakannya masyarakat, lama-kelamaan kepedulian mereka terhadap lingkungan berkurang. Seperti kasus pembalakan kayu di Kalimantan yang kabarnya menghabiskan 12.000 meter kubik lahan hutan per hari. Seharusnya itu bisa dicegah bila masyarakat di sekitar hutan itu punya kepedulian terhadap lingkungan, katanya. Selain itu, pengembangan daerah hulu sebagai daerah penampung air kerap dilupakan. Masyarakat di daerah hulu seakan lupa bahwa kelangsungan hidup mereka tergantung pada kelestarian alam di sekitarnya. Seperti Jakarta yang mengandalkan Bogor sebagai daerah resapan air atau Cirebon yang mengandalkan Ciremai di Kuningan sebagai cadangan air, katanya. Tidak hanya yang terjadi di hutan, masalah lainnya seperti pengikisan air tanah juga menjadi serius untuk dipersoalkan. Ia juga mengingatkan, saat ini air baku sangat sulit didapatkan akibat sedimentasi dan pencemaran yang semakin merebak di Indonesia. (d01) Post Date : 15 Juli 2005 |