YOGYAKARTA(SI) – Badan Lingkungan Hidup (BLH) DIY menegaskan usia Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan bisa lebih panjang.Salah satu alasannya,sebagian masyarakat sudah mulai sadar melakukan pengolahan sampah.
Sebelumnya, usia TPA tersebut diperkirakan hanya sampai 2012 karena tingginya volume sampah yang masuk. Kabid Pengembangan Kapasitas BLH DIY Kuncoro Hadipurwoko mengatakan, di wilayah Kota Yogyakarta tahun lalu dari total sekitar 60.000 kepala keluarga (KK),sebanyak 10.000 KK sudah melakukan pengelolaan sampah dengan intensif. “Tahun 2006 lalu jumlah sampah di Kota sebanyak 350 ton per hari, tapi tahun 2009 menjadi 300 ton per hari. Artinya, ada penurunan dan bisa menambah umur TPA,” ujarnya kemarin. TPA Piyungan seluas 92.660 meter persegi itu kini hanya memiliki volume sisa sebesar 723.706 meter kubik karena tingginya sampah yang dipasok per harinya yang mencapai 400 ton per hari.Total daya tampung TPA Piyungan mencapai 1.776.224 meter kubik.
“Dari total sampah yang ada, sebesar 8,95% sampah bisa didaur ulang atau dipulung. Sedangkan 0,7% dimakan ternak,” ungkapnya. Kuncoro mengakui penanganan sampah memang sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, peran warga turut serta mengurangi timbunan sampah sangat diperlukan, dimulai dengan cara-cara sederhana.“Misal ibu-ibu, mulailah membawa tas sendiri waktu belanja. Jadi, kami bisa mengurangi sampah tas plastik. Sesuai UU 18/2008 Pengelolaan Sampah, dianjurkan mulai dilakukan dari sumbernya atau rumah tangga,”ungkapnya.Dia meminta tidak membakar sampah plastik karena berbahaya dan menyebabkan efek rumah kaca. Menurut Kuncoro,akhir-akhir ini wilayah Kota Yogyakarta memang intensif mengelola sampah lewat program pengelolaan sampah mandiri.
Hal ini sangat membantu dalam upaya mengurangi beban tampung TPA Piyungan yang makin terbatas karena harus menampung sampah dari Kota Yogyakarta,Bantul,dan Sleman. Kuncoro menambahkan, di TPA Piyungan saat ini dikembangkan teknologi menangkap gas metan yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jepang. Dengan teknologi tersebut, gas yang lebih berpotensi menimbulkan efek rumah kaca dibandingkan CO2 ini bisa dikonversi menjadi energi listrik.“Secara fisik sudah mulai dibangun tahun ini,mungkin tahun 2011 sudah bisa dipanen gas metannya,”ungkapnya.
Menurut Desiyanti, 30, ibu rumah tangga di Kelurahan Baciro, Kota Yogyakarta,jika pemerintah menyediakan tempat sampah dengan pemisahan organik dan anorganik,itu bisa membantu mengatasi persoalan sampah. “Saat ini pemerintah memang sudah menyediakan tempat sampah organik dan anorganik di depan rumah warga,namun jumlahnya masih terbatas. Kalau setiap rumah disediakan itu (tempat sampah), penanganan sampah bisa lebih gampang,”ujarnya. (ridwan anshori)
Post Date : 25 Mei 2010
|