|
Jakarta, Kompas - Krisis air bersih di Jakarta Utara memukul usaha warung makan dan pedagang makanan keliling. Akibat kesulitan mendapatkan air dan terbatasnya kemampuan membeli air dari mobil tangki, mereka menghentikan usaha untuk sementara waktu. "Bagaimana mau memasak kalau airnya tidak ada. Jika suplai air leding sudah normal kembali, barulah saya mau berjualan lagi," kata pedagang bubur ayam keliling, Yanto (29), warga RW 09, Kelurahan Semper Barat, Jakarta Utara, Jumat (23/11). Sejak air leding tidak mengalir lagi akibat panel pompa rusak pada Jumat pekan lalu, Yanto masih sempat berjualan selama dua hari. "Akan tetapi, karena sampai hari ketiga dan seterusnya hingga kini air tidak ada, saya berhenti menanak bubur buat jualan. Tidak sanggup beli airnya," kata Yanto. Memasak dengan air galon, ujar Yanto, rasanya tidak masuk akal, kecuali untuk minum. Sempat terpikir untuk menggunakan air sumur buat masak, tetapi dia mengurungkan niatnya. Menggunakan air sumur sebenarnya lebih murah karena harganya Rp 5.000 per satu gerobok yang memuat enam jeriken (1 jeriken = 20 liter). "Namun saya khawatir pelanggan pada sakit perut. Lebih baik saya berhenti berjualan," katanya. Hal serupa juga dialami warga lainnya. Salah satunya adalah Agus (26) yang membuka warung makan di Jalan Bugis, Kelurahan Kebon Bawang. Sehari-hari Agus memerlukan banyak air untuk keperluan warungnya. "Sejak air mendadak kering, saya stres sekali karena tidak tahu harus ambil air dari mana," katanya. (CAL) Post Date : 24 November 2007 |