Upaya Meredam Luapan Bengawan

Sumber:Majalah Gatra - 17 Januari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Banjir melanda sepanjang aliran Bengawan Solo. Kerugian mencapai Rp 60 milyar. Penghijauan, pengerukan, dan pembangunan waduk ditawarkan menjadi solusi.

Gajah yang satu ini bukan sembarang gajah. Dia sanggup sanggup menampung air sebanyak 700 juta meter kubik. Dialah Gajah Mungkur, sebuah waduk yang terletak 3 kilometer selatan kota Wonogiri, Jawa Tengah. Danau buatan itu dibangun untuk mengurangi luapan Bengawan Solo, sungai terpanjang di Pulau Jawa.

Selain untuk mengairi 23.000 hektare sawah, Gajah Mungkur juga berfungsi mengendalikan banjir Bengawan Solo, dan pembangkit listrik tenaga air. Namun di musim penghujan ini, kemampuan sang Gajah menampung air kedodoran. Meskipun sanggup menelan air 700 juta meter kubik, karena endapan kini diperkirakan hanya menampung 540 juta meter kubik.

Waduk Gajah Mungkur mulai beroperasi pada 1978. Waduk seluas 8.800 hektare di tujuh kecamatan itu sanggup mengairi sawah 23.600 hektare di Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, dan Sragen. Juga berfungsi sebagai PLTA dengan daya 12,4 megawatt. Waduk ini direncanakan bisa berumur sampai 100 tahun.

Tapi sampai tahun ini, tingginya endapan lumpur membuat ragu apakah umurnya bisa 100 tahun. Tingginya curah hujan menyebabkan ketinggian air pada bendungan meninggi 3 meter dalam waktu 24 jam. Pada 25 Desember silam, ketinggian muka air meningkat dari 133,34 meter menjadi 136,5 meter. Kenaikan itu sama saja dengan air bertambah 250 juta meter kubik. Untuk mencegah jebolnya waduk, pintu air harus dibuka.

Akibat ''kencing'' Gajah Mungkur, wilayah yang dilalui Bengawan Solo seperti Solo, Madiun, Pacitan, Sragen, Bojonegoro, serta Lamongan dilanda banjir. Menteri Pekerjaan Umum, Joko Kirmanto, yang meninjau daerah aliran sungai Bengawan Solo, Kamis pekan lalu, menjelaskan banjir itu disebabkan tata lingkungan kawasan Bengawan Solo rusak parah.

Kerusakan itu terjadi di daerah tangkapan air yang bermuara ke waduk Gajah Mungkur maupun aliran sungai. Joko Kirmanto mengatakan, perbukitan di atas waduk Gajah Mungkur, yang seharusnya ditanami pohon keras, saat ini gundul total. Akibatnya pendangkalan waduk akibat erosi terjadi sangat cepat. Kondisi yang sama terjadi pada bantaran Bengawan Solo.

Untuk melihat lebih dekat kondisi bantaran Bengawan Solo, Joko Kirmanto bersama Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar serta pejabat daerah, mengarungi bengawan dengan perahu karet. Rombongan itu terjun dari Jembatan Bacem, Sukoharjo, dan mendarat di Taman Ronggo Warsito, Jurug, Solo.

Untuk mengatasi banjir bengawan Solo, Joko Kirmanto mengatakan penanaman pohon di perbukitan sekitar Gajah Mungkur, dan sepanjang bengawan tidak bisa ditawar lagi. Sedangkan penanganan jangka pendek dengan memperbaiki tanggul sepanjang bengawan yang rusak. Juga dengan membuat bendungan kecil di puluhan titik sepanjang bengawan.

Djoko Kirmanto mengatakan, di sepanjang bengawan terdapat lebih dari 20 tempat yang potensial untuk dibangun waduk. Jika di tempat tersebut dibangun waduk kecil-kecil akan bermanfaat mengurangi banjir. ''Hal tersebut belum dapat dilakukan pada masa lalu, karena perhitungan biaya yang tinggi,'' katanya.

Dia menambahkan, melihat kondisi banjir saat ini, tampaknya keberadaan waduk-waduk itu cukup penting. Dia minta Dirjen Sumber Daya Air (SDA) untuk melakukan penelitian. Iwan Nursyirwan, Dirjen SDA, menambahkan sedikitnya dua tempat yang potensial. Yaitu, di Bendo (Ponorogo), Kedung Bendo (Pacitan), dan Madiun, yang segera dibangun waduk pada 2008.

Ponorogo, Pacitan, dan Madiun masuk daerah kerja Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. Toh, Suwartono, Kepala pengelola waduk Gajah Mungkur, menampik jika pembukaan pintu Gajah Mungkur menyebabkan kawasan Bengawan Solo terendam. Justru keberadaan bendungan tersebut cukup menolong wilayah di hilir Bengawan Solo.

"Jika tidak ada waduk ini, maka pada banjir akhir Desember 2007 lalu wilayah Surakarta dan sekitarnya yang terendam banjir lebih luas," katanya. Kontribusi air Gajah Mungkur di aliran Bengawan Solo pada saat banjir hanya sekitar 17%. Saat banjir, aliran Bengawan Solo mencapai 1.200 meter kubik per detik.

Sedangkan ''kencing'' Gajah Mungkur maksimal hanya 400 meter kubik per detik. "Itu pun hanya sehari. Pada hari selanjutnya, air yang dilepas hanya sekitar 250 meter kubik per detik," kata Suwartono. Ia menyatakan 16 sungai besar dan kecil di wilayah Surakarta, yang bermuara ke Bengawan Solo, yang menyumbang banjir.

Aliran anak sungai itu bergabung dengan bengawan Solo tanpa ada penahan atau bendungan. Apalagi pada saat yang sama, Dam Jati di Magetan, Jawa Timur, jebol. Sehingga luapan air dari Bengawan Madiun ikut membludak ke Bengawan Solo.

Limpahan air dari sungai-sungai itu di luar kendali waduk Gajah Mungkur. Sedangkan air dari sungai di bawah kendali Gajah Mungkur juga menyebabkan bendungan cepat menggelembung. Apalagi, ada persoalah sedimentasi yang parah.

Suwartono mengakui memang masalah endapan tengah dihadapi Gajah Mungkur. Tingkat sedimentasi mencapai 2-3 juta meter kubik per tahun. Penyumbang lumpur sedimen terbesar berasal dari Sungai Kedoang, yang mencapai 33%. Pendangkalan itulah yang menyebabkan permukaan air waduk cepat naik saat hujan deras turun. Sehingga pintu air waduk terpaksa dibuka maksimal untuk mengurangi air.

Untuk mengurangi endapan itu, Direktorat Jenderal SDA Departemen Pekerjaan Umum akan membeli dua unit kapal keruk. Dana untuk itu telah dialokasikan pada APBN 2008. "Pendangkalan atau sedimentasi pada Bendungan Wonogiri sudah parah. Karena itu, kita berencana membeli dua kapal keruk untuk menguranginya," kata Dirjen SDA, Iwan Nusyirwan.

Iwan Nursyirwan menjelaskan, pendangkalan disebabkan rusaknya daerah hulu sehingga aliran air turut membawa tanah dan lumpur. "Hulu rusak antara lain disebabkan penebangan hutan. Hal tersebut berakibat air membawa banyak lumpur lalu terjadilah sedimentasi," kata Iwan Nursyirwan.

Sementara itu, menurut hitungan Dirjen SDA, kerugian akibat terendam aliran Bengawan Solo mencapai Rp 60 milyar. Kerugian itu antara lain dikarenakan rusaknya pintu-pintu dan dinding tanggul. ''Kerugian secara total berdasarkan hasil inventarisasi mencapai Rp 60 milyar,'' kata Iwan pula.

Dana untuk menutupi kerugian tersebut akan diambil dari anggaran darurat Ditjen SDA 2008. Kerusakan pintu atau jebolnya dinding tanggul sepanjang sungai Bengawan Solo pada 180 titik lokasi. Menurut Dirjen SDA, khusus untuk banjir di Bojonegoro lebih disebabkan dibukanya pintu-pintu tanggul oleh warga penghuni bantaran sungai.

''Di Bojonegoro, masyarakat yang tinggal di bantaran sungai sengaja membuka pintu-pintu tanggul karena tidak mau tempatnya banjir sehingga kemudian air masuk ke jalan dan permukiman,'' Iwan Nursyirwan menegaskan.Rohmat Haryadi



Post Date : 17 Januari 2008