|
JAKARTA -- Pemerintah akan mengajukan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah kepada Dewan Perwakilan Rakyat akhir tahun ini. "Sekarang drafnya sedang dikaji oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia," kata Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil Muhammad Helmy kepada Tempo di kantornya kemarin. Undang-undang itu nantinya mengatur pengelolaan sampah yang dihasilkan rumah tangga, produsen sampah, sampai pengelolaan di tempat pembuangan akhir. "Rancangan ini mengatur secara lebih spesifik," ujarnya. Dia mencontohkan undang-undang itu nantinya akan memaksa masyarakat untuk melakukan daur ulang melalui sistem 3R (reduce, reuse, and recycle/mengurangi, memakai kembali, dan mendaur ulang). "Kalau ada masyarakat yang tidak melakukan itu, bisa diusut," ujarnya. Contoh lain, kata dia, misalnya supermarket dilarang menggunakan kantong plastik untuk mengemas barang belanjaan konsumennya. "Harus diganti dengan kertas atau kain," katanya. Selama ini hal itu baru dimasyarakatkan lewat Gerakan Pengurangan Sampah Plastik yang dilakukan di Bali pada Senin lalu. Supermarket Tiara Dewata di Bali sudah mengganti kantong plastik dengan kertas. Rancangan itu juga mewajibkan setiap produsen untuk menarik dan mengelola sampah produksinya (extended producer responsibility/EPR). Misalnya produsen mi instan wajib menarik dan mengelola bungkus mi dari konsumen. Hal ini secara sukarela sudah diterapkan oleh produsen alat kecantikan Bodyshop, yang memberikan hadiah kepada penggunanya yang mengembalikan bungkus produk tersebut. Pemerintah, dia melanjutkan, akan melakukan mekanisme punishment and reward kepada perusahaan yang melanggar dan yang menjalankan pengolahan sampah. Perusahaan yang menerapkan EPR akan dipublikasikan dan mendapatkan kemudahan fasilitas kredit. "Kami akan bekerja sama dengan Bank Indonesia," kata Helmy. Rini Kustiani | Nur Aini Post Date : 13 September 2006 |