Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Penerbit:Jakarta, Presiden Republik Indonesia, 2004, 93 hal
No. Klasifikasi:011.53 PRE u
Kata Kunci:UU RI, nomor 7 tahun 2004, Sumber daya air
Lokasi:Perpustakaan AMPL, Telp. 021-31904113
Kategori:Buku

Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (selanjutnya disingkat SDA) disebutkan bahwa penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat. Hak guna air (berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan sebagian atau seluruhnya.

Presiden berhak untuk menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan SDA Nasional. Dalam pengelolaan SDA, sebagian wewenang Pemerintah dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berhak mengatur dan menetapkan penggunaan SDA untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan SDA. Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum adalah tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.

Pengusahaan SDA permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD dibidang pengelolaan SDA atau kerjasama antara BUMN dengan BUMD.

Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi SDA yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi. Dalam hal pembiayaan pengelolaan SDA ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan SDA. Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan tersebut dapat berupa anggaran pemerintah, anggaran swasta, dan/atau hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan SDA.

Dalam hal terjadi sengketa, penyelesaian sengketa SDA tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk sepakat. Jika tidak diperoleh kesepakatan, maka para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan (melalui arbitrase) atau melalui pengadilan. Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan SDA berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap orang lain maupun sumber air dan prasarananya akan ditindak sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Wewenang dan Tanggung Jawab; Bab III Konservasi Sumber Daya Air; Bab IV Pendayagunaan Sumber Daya Air; Bab V Pengendalian Daya Rusak Air; Bab VI Perencanaan; Bab VII Pelaksanaan Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan; Bab VIII Sistem Informasi Sumber Daya Air; Bab IX Pemberdayaan dan Pengawasan; Bab X Pembiayaan; Bab XI Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat; Bab XII Koordinasi; Bab XIII Penyelesaian Sengketa; Bab XIV Gugatan Masyarakat dan Organisasi; Bab XV Penyidikan; Bab XVI Ketentuan Pidana; Bab XVII Ketentuan Peralihan; Bab XVIII Ketentuan Penutup.



Post Date : 31 Juli 2009