|
Jakarta, Kompas - Uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhambat karena adanya pergantian anggota DPR dan pemerintah, yang terkait dengan pembahasan UU SDA. Namun, majelis hakim Mahkamah Konstitusi menegaskan agar para pemohon tidak khawatir dalam mengajukan para saksi dari kedua lembaga pembuat UU itu dalam persidangan di MK. Hal ini terungkap dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (4/10). Sidang yang terdiri atas tiga hakim itu dipimpin oleh Harjono. Pada pemeriksaan pendahuluan ini, majelis hakim memeriksa hal-hal apa saja yang diperbaiki oleh para pemohon. Para pemohon uji materi terdiri atas empat kelompok. Pemohon pertama merupakan gabungan 16 lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemohon kedua adalah lima LSM, pemohon ketiga Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air, dan pemohon keempat adalah Suta Widhya, warga Jalan Mangga Jakarta Timur. Hakim MK Maruarar Siahaan mengatakan, di dalam permohonan salah satu pemohon disebutkan bahwa eksploitasi air dilakukan oleh PT Tirta Investama, maka Siahaan meminta pemohon untuk mengelaborasi dari mana izin mengeksploitasi air tersebut dilakukan oleh perusahaan air minum tersebut. "Pemohon bisa menelusuri dari mana izin untuk mengeksploitasi air itu dikeluarkan. Jika yang mengeluarkan izin adalah pemerintah daerah, maka-di dalam persidangan MK-pemohon bisa mengajukan pemda setempat untuk diajukan ke MK dan dimintai keterangan. Hal ini untuk mengatasi juga persoalan transisi yang saat ini sedang terjadi di DPR dan pemerintah," ujar Siahaan. Mukti Fajar, salah satu hakim konstitusi, memberikan solusi kepada para pemohon mengingat masa transisi yang saat ini sedang terjadi di tubuh legislatif dan eksekutif. "Jika meminta keterangan pemerintah dan DPR masih mengalami kesulitan, maka sidang bisa diupayakan dengan memanggil orang-orang yang terkait dengan pembuatan UU. Misalnya, anggota DPR maupun pemerintah meski kini mereka tidak lagi menjabat posisi tersebut," ujar Mukti. (vin) Post Date : 06 Oktober 2004 |