Tukang Tinju "Ngajaga Cai"...

Sumber:Kompas - 11 Januari 2013
Kategori:Air Minum
Kedengarannya rada mahiwal (aneh), petinju memelihara dan menjaga air atau ngajaga cai! Prakarsa unik itu benar adanya, yakni dilakukan oleh Rajawali Boxing Camp di Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, Jawa Barat.
 
Salah satu karyanya berupa instalasi penjernihan air yang ditempatkan di Masjid As-Suada Rukun Wilayah 13, Kelurahan Pasteur, Kecamatan Sukajadi. ”Penempatan di lokasi itu, selain untuk kepentingan berwudu, agar airnya juga digunakan warga sekitar yang tinggal di gang-gang padat,” ujar Ketua Rajawali Boxing Camp (RBC) Toto Sugiarto (55) di Bandung, pekan lalu.
 
Kawasan Sukajadi adalah daerah padat di Kota Bandung, selain kawasan Tamansari dan Cicadas di Bandung timur. Permukiman penduduk di tengah kota itu sering dijuluki kampung terpadat di dunia! Pada era munculnya klub anak muda, di Sukajadi bulan April 1962 lahirlah RBC yang memfokuskan diri pada olahraga tinju.
 
Dalam perjalanan, sebagian besar anggotanya tak memiliki masa depan yang pasti. ”Kalau pensiun jadi petinju paling jadi satpam dan yang bernasib ’lebih baik’ jadi bodyguard,” ujar Boy F AR (64), pelatih tinju di RBC. Ada juga petinju berprestasi dan berbakat, tetapi nasib tak sebaik prestasinya. Ia menjadi tukang ojek. Namun, dia seperti halnya anggota lain, loyal pada RBC.
 
Melihat potensi itu, pengurus terpanggil membekali mereka keterampilan lain selain bertinju. Pada saat bersamaan, ahli air dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Rusnandi Garsadi, warga Sukajadi sekaligus Dewan Pembina RBC, juga bertekad menata kampung padat itu dengan memberikan sentuhan teknologi pengolahan air sederhana.
 
Gayung bersambut karena kondisi air tanah di kawasan Sukajadi berwarna kuning, berbau, dan mengandung zat besi, mangan, dan zat lain yang menimbulkan lengket di badan. ”Setiap kami mandi seusai latihan, badan bukan bersih malah lengket dan berbau. Namun, itu merupakan satu-satunya air yang bisa kami gunakan sehari-hari,” kenang Toto.
 
Pertengahan 2012 dibuatlah instalasi penjernihan air atau water treatment plant (WTP) micro hydraulic yang telah dipatenkan tahun 2001 oleh penemunya dari ITB, yakni Rusnandi, Suprihanto, Indriatmo, dan Hang Tuah Salim. Rusnandi pun mengadakan pelatihan singkat bagi petinju itu agar bisa membuat instalasi penjernihan dengan bahan yang mereka miliki.
 
Gotong royong
 
Hasil pelatihan kilat diaplikasikan melalui praktik langsung di lokasi, salah satunya di masjid di Kelurahan Pasteur. Pembuatan instalasi penjernihan air yang sesuai dengan tingkat penguasaan teknologi oleh warga itu berjalan lancar karena didukung secara gotong royong oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat (Gema) Sukajadi.
 
Atas hasil kesepakatan RBC dan LSM Gema, hasil karya instalasi itu dihibahkan kepada pengurus masjid untuk digunakan bagi kepentingan warga sekitar. Sebelum di tempat umum, uji coba WTP itu dilakukan di rumah Toto. Hasilnya baik. Keluarga Toto di Bandung utara sehari-hari memakai air itu.
 
Pembuatan instalasi itu mulus. Selain adanya semangat gotong royong, peralatan yang dipakai juga mudah didapat, yakni tangki penampung air, tong plastik penyaring, pipa plastik paralon, dan keran, serta pasir, dan kerikil. Pengoperasian dan pemeliharaannya mudah, berbiaya rendah karena total tak lebih dari Rp 10 juta dan berkesinambungan.
 
Sumber air baku menggunakan air tanah yang dipompa melalui jet pump, lalu dialirkan ke bak penampung. Setelah mengendap, air dialirkan ke saringan sehingga kotoran yang ada di dalamnya tertahan oleh media pasir. Karena ada akumulasi kotoran, baik dari zat organik maupun zat anorganik pada media filter, terbentuklah lapisan (film) biologis.
 
Di samping penyaringan berlangsung secara fisika, dengan terbentuknya lapisan ini juga dapat menghilangkan kotoran (impurities) secara biokimia. Amonia dengan konsentrasi yang rendah, zat besi, mangan, dan zat lain yang menimbulkan bau dapat dihilangkan. ”Cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik,” kata Rizal R Faisal (41), Sekretaris Gema Sukajadi.
 
Rusnandi menambahkan, instalasi sederhana ini sesuai untuk pengolahan yang air bakunya memiliki kekeruhan yang rendah dan relatif tetap. Biaya operasionalnya rendah karena pengendapan dilakukan tanpa bahan kimia. Namun, jika kekeruhan air baku tinggi, pengendapan dapat juga memakai bahan kimia (koagulan) agar beban filter tidak terlalu berat.
 
Resapan air
 
Untuk menjaga ketersediaan air tanah yang menjadi air baku instalasi itu, Rustandi memprakarsai pembuatan sumur resapan sedalam 20 meter untuk menampung air hujan. Sumur resapan juga bisa dibuat di tempat umum secara komunal, perkampungan, atau halaman rumah warga kota.
 
Dari hasil uji coba pembuatan sumur resapan ini ternyata mampu meningkatkan permukaan air tanah setinggi hingga 20 sentimeter per tahun. Selama ini, akibat eksploitasi secara tak terkendali terhadap air tanah oleh perusahaan atau warga, permukaan air tanah di Cekungan Bandung menyusut sekitar 2 meter per tahun.
 
Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar Dadan Ramdan menyatakan, yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga Sukajadi itu harus menjadi gerakan lingkungan warga Cekungan Bandung (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi). Gerakan menjaga air secara berkesinambungan itu akan lebih berhasil bila pemerintah, tokoh masyarakat, dan warga terlibat secara aktif.
 
Inisiatif ini sangat strategis. Selain bisa memecahkan persoalan banjir Sungai Citarum di Bandung selatan, ketersediaan air secara berkelanjutan juga bisa meminimalkan biaya pemeliharaan infrastruktur. Misalnya, biaya pemeliharaan jalan dan drainase jauh lebih kecil karena limpahan air hujan akan masuk ke sumur resapan. Secara makro, air yang masuk ke Sungai Citarum melalui anak sungainya pada musim hujan akan berkurang sedikitnya 30 persen.
 
Kini sekitar 500 jiwa warga RT 05/RW 13, Kelurahan Pasteur, Sukajadi, bisa menikmati instalasi air bersih yang berdebit sekitar 5.000 meter kubik per hari. Warga golongan bawah itu tak perlu keluar biaya untuk membeli jeriken air minum.
 
Musisi dan tokoh Bandung, Acil Bimbo, menambahkan, inovasi itu sudah disampaikan kepada Pemerintah Kota Bandung. Dedi Muhtadi


Post Date : 11 Januari 2013