|
KETIDAKMAMPUAN Pemerintah Provinsi DKI mengelola sampah dengan baik menjadikan barang busuk itu menjadi rebutan para cukong. Cukong berduit tebal itu mengoordinasi pemulung untuk menyetorkan sampah ke lapak-lapaknya. Untuk berebut sampah, tak segan mereka menggunakan segala cara. Truk-truk yang seharusnya mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang pun dibelokkan ke tempat lain. Tentunya dengan sejumlah iming-iming uang. Di bekas tempat pembuangan sementara (TPS) di Cilincing, Jakarta Utara, misalnya, sekarang masih banyak truk sampah yang membuang sampah sembarangan. Akibatnya sampah menggunung. Usut punya usut, ternyata sampah- sampah yang seharusnya sudah tidak ada di lokasi itu adalah milik para cukong. Dinas Kebersihan DKI memang telah menguruk sampah yang dulu dibuang ke lokasi tersebut, tetapi tak semua sampah teruruk. Di sebidang lahan yang dekat dengan lokasi pengurukan, sampah masih menggunung. Para pemulung juga masih beroperasi di tumpukan sampah itu. Menurut Nyusrih, warga sekitar, lahan yang diuruk itu sudah dibeli pihak swasta dan akan dijadikan perumahan. Sedangkan tambak-tambak yang dulu tercemar akan digunakan sebagai tempat penumpukan peti kemas. Beberapa waktu lalu dua truk sampah milik Pemprov DKI bernomor polisi B 9800 JQ dan B 8313 DP tampak sedang membuang sampah tak jauh dari lokasi yang diuruk. Seorang awak truk mengaku sedang membuang sampah, bukan mengambil sampah dari Cilincing untuk diangkut ke tempat lain. Menurut dia, sampah itu tidak dibuang ke Bantar Gebang karena sudah dibeli oleh pemilik lapak di lokasi tersebut. Bagi-bagi rezekilah, ujarnya polos. Bahkan, menurut warga, sekarang ini para pengusaha lapak sengaja mendatangkan sampah dari tempat lain untuk dipilah-pilah di sekitar tempat tersebut. Sebagian warga kemudian menyewakan lahannya Rp 2 juta per bulan. Hal serupa terjadi di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Tempat pembuangan sampah liar di perbatasan RT 06 RW 04 dan RT 08 RW 01 itu masih beroperasi meskipun sudah beberapa kali diributkan warga. Menurut beberapa pemulung, sampah itu sengaja didatangkan ke lokasi tersebut. Setiap hari para pemulung itu membayar truk untuk mengangkut sampah. Seorang pemulung yang enggan menyebut namanya mengatakan, dia dibayar Rp 100.000 untuk bekerja dari pukul 23.00 sampai 04.00. Tugasnya mengambil sampah dari hotel dan memilah-milahnya. (IND) Post Date : 23 Juni 2005 |