|
Bekasi, Kompas - Ratusan truk yang membawa sampah warga DKI Jakarta tertahan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang, Bekasi, hingga lebih dari tujuh jam karena sopir tidak bisa membuang muatannya ke zona pembuangan yang ada, Rabu (16/2). Pasalnya, alat-alat berat yang digunakan untuk merapikan sampah tidak beroperasi. Berdasarkan pemantauan Kompas, antrean truk sampah yang tersebar di beberapa lokasi, terutama di jalan masuk zona III Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Bantar Gebang, masih terlihat hingga pukul 17.00. "Sudah beberapa hari ini, untuk membuang sampah, sopir harus antre lama karena alat berat yang ada terbatas. Kalau hari ini, praktis sopir tidak bisa membuang sampah karena tidak ada alat berat yang beroperasi," kata Endang, salah seorang sopir yang memilih menunggu di TPA Bantar Gebang. Kesulitan sopir membuang sampah di TPA Bantar Gebang itu merupakan ekses persoalan pembayaran sewa alat berat yang belum beres antara pengelola TPA Bantar Gebang, PT Patriot Bekasi Bangkit (PBB), dengan PT Godang Tua dan PT Bonita. Akibatnya, kedua perusahaan penyewaan alat berat yang dikontrak PT PBB itu sepakat menghentikan beroperasinya alat-alat berat yang berjumlah 36 unit, yang terdiri atas buldoser, ekskavator, dan loader, sepanjang hari kemarin. Namun, Wakil Ketua TPA Bantar Gebang dari PT PBB Arif Ismail membantah adanya persoalan pembayaran sewa alat-alat berat yang belum beres dengan kedua perusahaan yang dikontrak PT PBB. Menurut dia, alat-alat berat tidak bisa beroperasi karena kehabisan bahan bakar solar. "Biasanya kan untuk mengoperasikan alat-alat berat butuh lebih dari 10 drum solar. Cuma, kalau beli banyak, nanti kami diprotes karena bukan industri. Pembelian solar akhirnya cuma bisa satu sampai dua drum pada hari ini sehingga banyak alat berat lain yang tak bisa beroperasi," ujar Arif menjelaskan. Akan tetapi, pernyataan Arif itu dibantah oleh Direktur Utama PT Godang Tua R Sitorus dan Direktur Utama PT Bonita M Simarmata. Keduanya memang mengakui adanya kesulitan untuk membiayai pembelian bahan bakar untuk pengoperasian alat-alat berat itu setiap hari karena hingga sekarang PT PBB belum juga melunasi pembayaran penyewaan alat-alat berat. "PT PBB berjanji untuk membayar Rp 1 miliar dari tunggakan utang sebesar Rp 4 miliar pada hari ini, tetapi cek yang diberikan tidak bisa dicairkan. Ini bukan sekali terjadi. Beberapa cek sebelumnya yang diberikan juga bermasalah. Sekarang ini kami sudah tidak bisa lagi menanggung biaya operasional alat-alat berat," kata Simarmata. Sementara itu, Sitorus mengatakan PT PBB masih berutang sebesar Rp 1,5 miliar kepada PT Godang Tua. Menurut dia, sampai saat ini tidak terlihat niat baik PT PBB untuk menyelesaikan pembayaran utang. Padahal, PT Godang Tua sudah lama terlibat dalam pengelolaan TPA Bantar Gebang dengan bekerja sama dengan Dinas Kebersihan DKI. "Kami akan mengoperasikan alat berat kalau ada jaminan biaya operasional sehari-hari ditanggung PT PBB, selama pembayaran belum lunas," ujarnya. Meskipun Kepala Unit Pengelola Teknis TPA Dinas Kebersihan DKI Sagala tidak mengakui adanya penundaan pembayaran tipping fee kepada PT PBB, menurut dia, hal itu tidak ada kaitannya dengan tidak beroperasinya alat berat. Sekretaris Komisi B DPRD Kota Bekasi M Affandi mengatakan PT PBB tidak profesional jika bermasalah dalam keuangan. Dia menyatakan keheranannya kenapa PT PBB bisa menyediakan uang community development, sementara tanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan sekitar TPA diabaikan. Menurut Direktur Environment Community Union Benny Tunggul, pengelolaan TPA Bantar Gebang tidak pernah serius, baik oleh DKI Jakarta, Bekasi, atau pihak ketiga sekalipun. Sementara itu, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Rama Boedi membenarkan adanya insiden tersebut. "Saya juga mendapatkan informasi itu. Sore ini saya sedang menuju ke lokasi. Staf saya sudah di sana," tutur Rama Boedi. (ELN/PIN) Post Date : 17 Februari 2005 |