BEKASI, (PR).- Izin penggunaan lahan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang dituangkan dalam perjanjian antara Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta akan berakhir pada 3 Juli 2009. Namun, hingga Rabu (1/7) belum ada kesepakatan final di DPRD Kota Bekasi melalui Panitia khusus (Pansus) 36 untuk membahas draf perjanjian baru kerja sama pengelolaan TPST Bantargebang.
"Jika aturan perjanjian baru tidak segera disepakati, secara hukum TPA Bantargebang tidak boleh ada aktivitas pembuangan sampah jenis apa pun, dan tentu saja ini akan merugikan ribuan pemulung " ucap Ketua Pansus 36, Tumai saat ditemui di kantornya, Jln. Chairil Anwar, Kota Bekasi, Rabu (1/7).
Sementara itu, anggota Pansus 36, Slamet Siahaan, mengatakan penggunaan lahan TPA Bantargebang harus mengunakan teknologi ramah lingkungan. Pengunaan lahan tersebut harus pula menguntungkan kedua belah pihak.
Menurut Slamet, isi perjanjian tersebut banyak hal yang dikoreksi. Terdapat sebanyak 15 butir pasal yang harus disepakati, di antaranya yaitu batas waktu pemakaian lahan yang disampaikan ke Pemerintah Kota Bekasi supaya dimasukkan ke dalam draf kerja sama pengelolaan TPA Bantargebang dengan Pemerintah DKI Jakarta.
Slamet mengatakan, rekomendasi lain yang diajukan dewan adalah jumlah sampah yang dibuang tidak lebih dari 4.500 ton per hari. Saat ini, volume sampah dari DKI masih 6.000 ton per hari sehingga dianggap terlampau banyak, sementara lahan TPA sudah padat.
Poin rekomendasi yang tidak kalah penting adalah, segala sesuatu yang terjadi di TPA Bantargebang merupakan tanggung jawab Pemerintah DKI.
"Setiap tahun akan ada evaluasi, apabila dalam ketentuan tersebut ada yang tidak dilaksanakan atau ada yang dilanggar, perjanjian tersebut akan berakhir," kata Slamet.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Dudy Setiabudhi, mengatakan pandangan dewan telah banyak diakomodasi dalam perjanjian kerja sama antara Bekasi dan DKI Jakarta. "Sedangkan masalah perpanjangan kontrak masih dalam pembicaraan," kata Dudy. (A-186)
Post Date : 02 Juli 2009
|