|
DEPOK, KOMPAS - Pemerintah pusat, dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, merancang pembangunan tempat pengolahan sampah akhir atau TPA regional yang melayani Jabodetabek seluas 100 hektar di Desa Nambo dan Desa Lulut, Kecamatan Kelapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. "Saat ini pembahasan kerja sama antarpemerintah daerah intensif dilakukan. Bulan Juni ini keputusan diambil. Proyek yang akan dikelola Jabodetabek Waste Management Corporation (JWMC) ini akan dibiayai Bank Dunia, APBN, dan pihak swasta," kata Kepala Subdirektorat Pengelolaan Lingkungan Hidup, Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas Ir Medrilzam MPE di sela- sela simposium soal persampahan di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (1/6). Acara bertajuk "Learn from Japan Symposia 2006" yang diselenggarakan Iluni Kajian Wilayah Jepang, Kajian Ilmu Lingkungan, Kajian Pengembangan Perkotaan menghadirkan juga Prof Kazuhiro Ueta (Universitas Kyoto), Tetsuro Fujitsuka (penasihat JICA ihwal kebijakan lingkungan), Ir Sri Bebassari Msi (Direktur Eksekutif Yayasan Dana Mitra Lingkungan), Ir Kosasih Wirahadikusumah MSc (Pemprov DKI), Subkhan P (Toyota), dan Djamaludin Suryohadikusumo (mantan Menteri Kehutanan). Menurut Medrilzam, saham JWMC dimiliki bersama pemerintah daerah di Jabodetabek, sedangkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memfasilitasinya. "Semangatnya adalah bagaimana sampah di wilayah Jabodetabek dikelola bersama. Ini tertuang dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) antarpemerintah di Jabodetabek. Yang membuat proyek ini tersendat-sendat, adanya ego daerah ditonjolkan. Namun, Bappenas berharap Juni ini sudah ada keputusan diambil," katanya. Ia mengungkapkan, dari hasil survei dan penelitian, Bappenas menetapkan lokasi TPA regional seluas 100 hektar di Desa Nambo dan Lulut. Diharapkan sampah dari selatan Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok dibawa ke sana. "Lahannya jauh dari permukiman, sebagian besar lahan milik Perhutani. Angkutan sampah ke TPA melalui jalan tol Jagorawi," ujarnya. Medrilzam berharap sampah- sampah yang dibawa ke TPA regional kelak sampah yang sudah dipilah, yang tak dapat diolah lagi. "Jadi sudah menggunakan paradigma baru pengelolaan sampah. Tidak lagi kumpul, angkut, buang seperti selama ini," kata lulusan Teknik Lingkungan ITB itu. Libatkan swasta Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Agoes Widjanarko meminta pemerintah kabupaten atau kota melibatkan investor swasta dalam pengelolaan sampah. Sebab, proses pengolahan sampah membutuhkan biaya investasi dan produksi yang besar. Selama ini, nyaris tak ada yang melibatkan swasta dalam pengelolaan sampah. DKI dan Surabaya, misalnya, melibatkan swasta hanya dalam pengumpulan. Adapun pengolahannya di tempat pembuangan akhir ditangani pemerintah. (ksp/jan) Post Date : 02 Juni 2006 |