TPA Piyungan Penuh Dua Tahun Lagi

Sumber:Kompas - 23 Februari 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

YOGYAKARTA, KOMPAS - Tahun 2012, Tempat Pembuangan Akhir Piyungan diperkirakan penuh. Hingga kini tidak ada upaya sistematis mengurangi sampah dari sumbernya maupun di TPA.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan di Bantul, yang dibangun tahun 1995, menyerupai kolam sampah raksasa. Luas TPA penampung sampah dari Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul, itu mencapai 10 hektar.

"Harus ada langkah mengurangi laju penuhnya sampah pada 2012," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Yogyakarta Suyana, Senin (22/2) di Yogyakarta.

Menurut perkiraan, sampah di TPA Piyungan memiliki ketinggian 20 meter-25 meter. Kondisinya terus meninggi karena setiap hari sekitar 400 ton sampah diangkut ratusan truk ke sana.

Dengan kapasitas muat per truk rata-rata 2 ton, berarti 200 truk setiap hari. Bila panjang satu truk 4 meter, panjang deretan truk hampir seruas Jalan Malioboro, yang sekitar 1 kilometer.

Di TPA Piyungan tak ada pengolahan sampah. Hanya ditumpuk dan dipadatkan.

Menurut koordinator aksi Hari Peduli Sampah, Minggu lalu, Agus Hartono, masyarakat bertanggung jawab menghindari bencana sampah. Ia juga meminta pemerintah mengambil langkah mengurangi volume sampah.

Upaya lainnya adalah melarang toko memberi tas kresek. Bila mungkin, pemerintah menerapkan pajak tinggi bagi produk plastik agar sampah plastik berkurang.

Yang terjadi, penampungan sampah liar merebak. Di Dusun Wojo, Bangunharjo, Bantul, sudah setahun menumpuk. Papan larangan membuang sampah Pemkab Bantul dicoret merah. Di Jalan Maguwo, Wonocatur, Bantul, tumpukan sampah terbentuk tiga bulan lalu.

Menurut warga, setiap malam atau pagi, pengendara motor atau mobil membuang sampah di sana. Namun, warga tak tahu bagaimana bersikap.

"Jika nggak ada pemulung, sampah pasti sudah menumpuk," ujar Ny Andi, yang rumahnya berjarak 30 meter dari tumpukan sampah di Jalan Maguwo. Di TPA Piyungan, pemulung juga yang berperan mengurangi volume sampah. Kesadaran baru

Kesadaran mengurangi sampah bermunculan. Beberapa kelompok warga di Yogya dan Sleman berinisiatif mengelola sampah dengan prinsip 3R, reduce (mengurangi), reuse (pakai ulang), dan recycle (daur ulang). Sampah ditekan 50-90 persen.

Ketua Kelompok Jejaring Pengelola Sampah Mandiri DIY Iswanto mengatakan, terdapat lebih dari 120 kelompok warga pengolah sampah secara mandiri di DIY. Sampah-sampah itu dikelola dan dijadikan aneka kerajinan, kompos, dan dijual ke pengepul plastik, kaca, logam, maupun kertas.

Menurut Suyana, terdapat sekitar 10.000 keluarga dari total 60.000 keluarga di Kota Yogyakarta menerapkan pengelolaan sampah mandiri. "Dari hasil ini, volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan berkurang dari 350 ton per hari pada 2006 menjadi 300 ton saat ini," ujar dia.

Di Sleman, dari sekitar 110 ton sampah per hari, lebih dari 50 persennya sampah rumah tangga dari perumahan. Kepala Seksi Kebersihan Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Sleman Bambang Widiyoko mengatakan, karakteristik warga perkotaan Sleman enggan mengelola sampah. (ENG/PRA)



Post Date : 23 Februari 2010