|
GROBOGAN - Tempat penampungan akhir (TPA) sampah di Desa Ngembak, Kecamatan Purwodadi, Grobogan, diperkirakan mampu menampung sampah dari limbah rumah tangga, sampah pasar, rumah sakit, pendidikan, jalan dan lainnya hingga 10 tahun mendatang. Bahkan bila sampah bisa dibakar habis, tempat itu bisa menampung lebih dari perkiraan tersebut. ''Sekarang ini sampah rumah tangga, pasar, rumah sakit, dan jalan per hari mencapai 160 m3. Volume sampah itu bertambah bila aktivitas pasar, rumah sakit, dan jalan meningkat atau warga di perkotaan bertambah banyak,'' tutur Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Grobogan H Ahmadi Widodo, kemarin. Menurut dia, pengolahan sampah di TPA itu dilakukan dengan cara penimbunan terbuka. Sebelumnya, dengan menggunakan cara lahan uruk terkendali. Karena cara ini memerlukan biaya besar, diganti dengan penimbunan terbuka. Namun cara ini memerlukan alat berat/buldoser yang memadai. Sebab jika tidak, sampah yang setiap hari menggunung itu tak bisa diratakan dan ditimbun dengan cepat. Buldoser di TPA, menurut Kepala DKP, hanya satu unit. Itu pun sudah tua. Sebab sudah sekitar 10 tahun dioperasikan di tempat tersebut. Karena itu, perlu dipikirkan peremajaan alat berat. Di daerah ini terdapat empat TPA. Yang paling besar di Ngembak Purwodadi dengan luas lima hektare. TPA lainnya, di Gubug (2 ha), Mojorebo Wirosari (2 ha), dan Godong (2 ha). Pengelolaan sampah, menurut Widodo, tidak hanya tanggung jawab Pemkab. Namun hal itu tanggung jawab bersama Pemkab dan masyarakat. Karena itu, motivasi masyarakat perlu dibangkitkan sehingga mau terlibat dalam penanganan sampah, mulai lingkungan RT, RW, dan seterusnya. Dengan demikian, permukiman akan bersih dari sampah-sampah liar yang mengganggu kesehatan. Ganggu Kesehatan Dia menyadari bila penanganan sampah di RT, tempat pembuangan sampah (TPS), depo, kontainer, dan lainnya tak bisa ditangani secara baik, dipastikan hal itu akan mengganggu lingkungan. Bahkan tidak menutup kemungkinan, akan mengganggu kesehatan. Sebab sampah yang diambil dari lingkungan rumah tangga dan pasar, pada umumnya bercampur dengan sampah basah dan kering. Akibatnya, jika menumpuk sehari saja, sampah akan menebarkan bau tidak enak. Menyinggung soal anggaran yang disediakan untuk pengelolaan sampah, menurut dia, tahun ini dari APBD II menyediakan Rp 1,5 miliar. Anggaran itu pada umumnya habis untuk membiayai tukang sapu jalan, pengambilan sampah dari RT, pengambilan sampah dari TPS, demo, kontainer, dan lainnya. Sebagian anggaran juga digunakan untuk perawatan armada sampah. ''Armada kita sudah banyak yang tua. Karena itu, perawatannya memerlukan biaya besar,'' ujarnya. Adapun retribusi sampah, ditargetkan Rp 150 juta. (A23-16m) Post Date : 26 Juni 2006 |