|
SEMARANG - Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah menyarankan Pemkot mencari lahan baru pengganti tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang. Seiring rencana pembangunan Waduk Jatibarang di sekitar Kali Kreo, dibutuhkan lahan pengganti bagi tempat pembuangan sampah terakhir warga Kota Semarang. Sebab, keberadaan TPA di sebelah utara tak jauh dari Waduk Jatibarang dikhawatirkan mengancam sumber air baku bagi warga kota itu. Demikian ungkap Kepala Puslitbang Departemen Kimpraswil, Dr Ir Arie S Moerwanto MSc, di Balai Kota, Selasa (6/9). Menurutnya, keberadaan TPA Jatibarang perlu dipertimbangkan karena waduk tersebut nantinya difungsikan sebagai air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang. Diperkirakan 10.500.000 m3 air baku dapat disuplai dari waduk yang membentang di Kecamatan Mijen dan Gunungpati tersebut. ''Sangat ironis jika kita membangun sumber air baku namun dicemari sampah. Karena itu, tempat pembuangan sampah itu perlu dipindahkan,'' kata Arie. TPA Jatibarang terletak di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen. Sampah yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang setiap hari 2.500 meter kubik atau sekitar 600 ton. Karena tidak diolah, daya tampung TPA tersebut sudah penuh dan perlu TPA baru. Beberapa waktu lalu, Dinas Kebersihan bekerja sama dengan swasta menyurvei lokasi baru yang bisa digunakan untuk TPA. Dari enam titik yang disurvei, Karanganyar (Tugu), Gondorio, Wonoplumbon, Pudakpayung, Rowosari, dan Tambakrejo, hanya tanah milik Pemkot di Tambakrejo yang memungkinkan untuk lokasi TPA baru. Asisten Pembangunan dan Ekonomi Ir E Tata Pradana mengemukakan, Departemen Pekerjaan Umum (DPU) pernah berjanji akan memberi bantuan pembangunan TPA baru. Namun Pemkot harus menyiapkan lahan pengganti terlebih dahulu. ''Karena umur pakai TPA Jatibarang terbatas, harus ada tempat baru untuk tempat pembuangan sampah,'' ujarnya. Lebih lanjut Arie menambahkan, Departemen Kimpraswil juga akan memperkenalkan sistem pencegahan pencemaran air sungai dengan menanam tanaman ecohydrolic di Kaligarang. Seperti diungkapkan Arie, sejumlah pabrik di sekitar Kaligarang berpotensi menimbulkan pencemaran. Padahal, Kaligarang merupakan bagian tak terpisahkan dengan Waduk Jatibarang. ''Seperti diketahui, selain memberi pinjaman untuk membangun waduk, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) juga memberi pinjaman untuk penanganan Kaligarang-Banjirkanal Barat dan drainase kota,'' imbuhnya. Dewan Air Belanda Dalam pertemuan itu, Dutch Association of Water Boards atau Dewan Air Belanda menyatakan tertarik bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, khususnya Pemkot Semarang. President of Dutch Association of Water Boards Dr Sybe Schaap mengatakan, persoalan yang dihadapi warga Kota Semarang mirip dengan Belanda. Negara kincir angin itu berada di bawah permukaan air laut, dihadapkan pada persoalan eksploitasi air bawah tanah (ABT) dan banjir. ''Namun, kami membentuk organisasi untuk menangani persoalan itu. Seluruh masyarakat terwakili dalam Association of Water Boards,'' kata Schaap. Dalam waktu 3-4 tahun mendatang, Dewan Air Belanda akan mengadakan riset di Kalibanger Selatan. Proyek Kalibanger, merupakan salah satu sistem drainase kota yang akan diperbaiki. Selain membangun Waduk Jatibarang, JBIC juga akan mendanai perbaikan sistem polder Kaliasin dan Kalibaru. Daerah tangkapan Kalibaru berimpitan dengan Kalibanger. (H5-56v) Post Date : 07 September 2005 |