|
SEMARANG- Keterbatasan kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang merupakan satu persoalan yang harus dipecahkan. Sebab, setiap hari sekitar 500 ton atau 1.500 m3 dikirim ke TPA seluas 44 ha itu. Jumlah tersebut separo dari produksi sampah Kota Semarang, yang mencapai 1.100 ton atau 3.500 m3/hari. ''Tanpa proses pengolahan seperti yang terjadi saat ini, sampah akan terus menggunung. Jika itu terjadi terus-menerus sementara kapasitas TPA terbatas, tentu dalam waktu tidak lama lagi, TPA Jatibarang akan mengalami titik jenuh,'' ujar Kepala Dinas Kebersihan Kota, Drs Cahyo Bintarum MSi, Jumat (28/4). Dalam pengamatan Suara Merdeka, sampah-sampah di TPA saat ini praktis tidak melalui proses pengolahan apa pun. Di tempat itu, hanya terdapat sekitar 362 pemulung yang mengais rezeki dengan memilah-milah sampah yang masih bisa dimanfaatkan. Selain itu, sampah TPA juga menjadi tempat sandaran para peternak untuk menggembalakan sapi milik mereka. Saat ini tak kurang dari 2.000-an sapi mencari makan di tempat itu. Seperti diberitakan sebelumnya, kalangan pemilik sapi di TPA Jatibarang khawatir akan kelangsungan hidup ternak mereka, terkait dengan rencana pembangunan Unit Pabrik Pengolahan Sampah Organik (UPPSO) di tempat tersebut. Pabrik itu menelan biaya Rp 122 miliar, yang akan dibangun oleh investor dari Jakarta, yakni PT Narpati Agung Karya Persada. Warga khawatir jika pabrik dibangun, hampir bisa dipastikan pasokan pangan untuk sapi-sapi berkurang. Karena itu, warga mengharapkan pihak investor dan Pemkot memberikan sosialisasi yang cukup, termasuk berhubungan dengan nasib ternak mereka. ''Prinsipnya, Dinas Kebersihan merespons positif atas masuknya investor untuk pendirian pabrik pengolah sampah di TPA Jatibarang. Kalau rencana itu terealisasi, kami berharap persoalan sampah di Semarang akan bisa terkurangi,'' kata Cahyo. Perusahaan Ketiga Menurutnya, PT Narpati merupakan perusahaan ketiga yang menawarkan konsep pengolahan sampah kepada Pemkot. Sebelumnya telah ada dua perusahaan dari Jakarta, yakni PT Anugerah Lestari dan PT Primatari, yang menyampaikan niat serupa. Salah satu perusahaan itu bahkan telah melaksanakan uji coba dengan membangun unit pengolahan sampah di TPA. ''Tetapi setelah sekian lama, ternyata tidak ada kelanjutan rencana itu. Kabarnya, kedua perusahaan terdahulu kesulitan mencari investor,'' ujar Cahyo. Perwakilan PT Narpati di Semarang, Djoko Murwinanto mengatakan, kalau tak ada benefit yang bisa diperoleh, tak mungkin ada investor mau menanamkan modalnya di bisnis pengolahan sampah. Pihaknya berani masuk ke bisnis itu, karena ada jaminan pembelian produk olahan sampah oleh pihak International Bio Recovery (IBR) yang berpusat di Kanada. ''Semua hasil olahan berupa pupuk padat dan cair, akan ditampung oleh IBR dengan mekanisme off take agreement. Karena itu, kami berani membangun dengan modal sendiri dan tidak mengganggu APBD sedikit pun,'' paparnya. (H9-18s) Post Date : 29 April 2006 |