|
MULAI Senin (9/1) lalu, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah ilegal di RW 23 Kompleks Baleendah Permai III, dinyatakan ditutup. Tiga papan pengumuman bertuliskan Dilarang Buang Sampah di Sini sesuai Perda No. 31 tahun 2000, pun telah terpasang sejak Senin itu. Pemasangan tiga papan pengumuman tersebut sebagai tindak lanjut muspika di Kec. Baleendah yang menegaskan bahwa TPA tersebut harus ditutup, seperti yang dituntut warga sekitar sebelumnya. Semestinya, TPA harus ditutup sejak 31 Juli 2002 silam, sejak turun SK Bupati Bandung No. 658.1/1667/DPUK yang berisi penutupan TPA di Kel. Baleendah dan Jln. Siliwangi RW 1 Kel. Manggahang. Penutupan TPA yang berada di sisi Sungai Citarum itu disambut lega oleh warga Kompleks Baleendah Permai. Namun, di balik itu, sedikitnya 30 orang kehilangan mata pencaharian yang sudah mereka jalani sejak 10 tahun terakhir. Mereka tak lain adalah para pemulung yang sebagian merupakan warga sekitar, dan ada juga warga Desa Sirnagalih yang berlokasi di seberang sungai. Dengan ditutupnya TPA tersebut, bagi mereka laksana membunuh secara perlahan. Ieu mah sami wae megatkeun tikoro. Megatkeun nyawa, ungkap Imas (34), satu dari sekira 20 pemulung yang bekerja di sana. Ibu tiga anak itu mengaku, dari memulung sampah, paling banyak Rp 40 ribu bisa ia kantongi per minggu. Eta kanggo jajan barudak, kanggo mayar sakola, atanapi kanggo meser beas, ujarnya. Kegiatan memulung itu sudah dijalaninya sejak 10 tahun terakhir. Naon wae nu tiasa dijual deui, ku abdi dikumpulkeun. Keresek, kardus, kaleng, pokona sadayana nu aya hargaan keneh, ucap Imas. Biasanya, setelah beberapa hari, ada penampung barang bekas yang datang untuk membeli barang bekas tersebut. Selain barang bekas, ia juga memunguti kayu-kayu bekas. Kanggo masak. Da ayeuna mah lisah taneuh awis, katanya. Hal senada diungkapkan Ai (37), yang juga sudah bertahun-tahun menggantungkan hidupnya dari sampah di TPA ilegal itu. "Lamun ieu ditutup, abdi kedah kamana neangan artos kanggo barudak. Bade didamel dimana deui da ieu wungkul kabisa abdi, katanya. Penutupan TPA berarti menutup peluang para pemulung membawa uang ke rumah, untuk membeli 1-2 kilo beras setiap 2 hari, untuk membeli sayur bagi anak-anaknya. Yah, mungkin mereka masih punya kesempatan 1-2 hari dari sekarang untuk memulung, karena kemungkinan masih ada truk sampah yang masuk ke sini. Setelah itu, saya harapkan tidak ada lagi truk sampah yang membuang ke sini, ungkap Ketua RW 23 Asep Sobana kepada wartawan, Senin (9/1) usai melakukan pematokan papan pengumuman. Kini, yang diharapkan para pemulung, pemda serta warga setempat bisa bersikap bijak. Kita tahu ini (TPA) salah. Kita mah mangga wae ieu ditutup. Lillahi ta'ala rido. Tapi, kami minta warga juga mengerti. Pan, sampah ini teh udah lama di sini. Da, sanes sampah nu nyampeurkeun kompleks. Tapi kompleksna nu nyampeurkeun sampah, ujar Karman (58), yang bersama istrinya menjadikan TPA itu sebagai lahan utama hidupnya. Karman juga berharap Bupati Bandung Obar Sobarna yang memerintahkan penutupan TPA tersebut, peduli dengan nasib mereka. Tah, ieu teh saatna Pak Bupati ngabuktikeun janjina nu cenah peduli kanu jalmi alit, tandas Karman. Tah, kumaha Pak Bupati? (EsGe/"PR") Post Date : 11 Januari 2006 |