|
Bandung, Kompas - Tempat pembuangan akhir sampah harus memenuhi persyaratan lingkungan dan geologi. Namun, yang terjadi di TPA Leuwigajah adalah penumpukan sampah saja. "Tidak ada upaya melindungi lingkungan sekitar dari pencemaran akibat sampah," kata Rudy Suhendar, Kepala Seksi Geologi Lingkungan Regional, di Bandung, Rabu (23/2). Padahal, kata dia, pada tumpukan sampah yang terbuka akan timbul pembusukan akibat sampah menjadi basah karena masuknya air. Pembusukan akan menimbulkan gas yang berbahaya bagi manusia. Tanpa adanya penutupan, air sampah juga akan masuk ke tanah dan mencemari air tanah. "Untuk menentukan sebuah lokasi tempat pembuangan akhir (TPA), pemerintah daerah seharusnya melakukan penelitian dan menentukan dua atau tiga alternatif wilayah yang layak untuk dijadikan TPA," kata Hardoyo, Kepala Subdirektorat Geologi Lingkungan Perkotaan dan Regional dari Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan. Dari alternatif yang diajukan, akan dinilai mana lokasi yang memenuhi syarat sebagai TPA dengan skor paling tinggi. Sebuah lokasi tidak layak dijadikan TPA jika jarak terhadap sungai dan danau kurang dari 150 meter. "Jarak yang terlalu dekat akan menyebabkan pencemaran terhadap air sungai dan danau," kata Alwin Darmawan, Kepala Seksi Geologi Lingkungan Perkotaan. Demi keselamatan operasional, jarak TPA dari sesar aktif tidak boleh kurang dari 100 meter dan berada dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi. TPA juga tidak bisa berada dalam daerah banjir berkala yang periode ulangnya 25 tahun, atau lebih sering. Selain itu, jika berada di sekitar pantai, jarak TPA dari garis pantai tidak boleh kurang dari 500 meter serta tidak boleh berada pada daerah pasang surut. "TPA juga tidak boleh berada dalam kawasan lindung agar tidak ada aktivitas pembukaan lahan di kawasan tersebut," kata Alwin. Selain syarat-syarat itu, Jarak TPA dengan pemukiman, jalan utama, dan jalan kereta api harus lebih dari 300 meter. "Pertimbangannya adalah estetika agar tidak terjadi gangguan asap dan bau," kata Hardoyo. Agar tidak ada gangguan asap terhadap penerbangan, jarak TPA dari lapangan terbang harus lebih dari 3.000 meter. Demi terjaganya ketersediaan pangan, TPA tidak boleh ada di daerah sawah irigasi. TPA juga tidak boleh berada di kawasan wisata. Agar tidak mudah ambruk, kemiringan lereng TPA yang terbaik adalah nol hingga lima derajat, berada di daerah bercurah hujan nol hingga 1.000 milimeter, potensi gerakan tanahnya sangat rendah, pada lahan semak belukar, jarak terhadap sumber air atau aliran air yang dimanfaatkan masyarakat lebih dari 2.000 meter, dan jarak terhadap muka air tanah lebih dari 25 meter. Sebuah TPA yang bersistem sanitary landfill membutuhkan tanah lempung yang dipadatkan untuk menutup timbunan sampah. Penutupan ini dimaksudkan agar terjadi proses di mana sampah kembali menjadi tanah dan menghindari masuknya air pada sampah, yang mengakibatkan pembusukan dan menambah beban timbunan. "Idealnya, sebuah TPA harus dekat dengan lahan penyedia tanah lempung sebagai penutup. Jarak idealnya maksimal 1.000 meter," kata Hardoyo. TPA Leuwigajah sebenarnya sudah memenuhi sebagian syarat, antara lain, berada di daerah dengan jenis batuan breksi dan andesit yang kurang menyerap air. Jadi, air yang dihasilkan sampah tidak mencemari air tanah. Jarak TPA kurang dari 30 kilometer dari sumber sampah dan dekat dengan jalan tol sehingga mempermudah distribusi sampah. (Y09) Post Date : 24 Februari 2005 |